Kopi merupakan salah satu komoditi yang cukup banyak diminati di Indonesia. Selain dinikmati sebagai minuman yang sangat terkenal di kalangan anak muda masa kini maupun kalangan orang tua, ternyata masih banyak lagi bagian lainnya dari biji kopi yang berpotensi untuk menjadi produk yang bermanfaat. Salah satunya adalah kulit biji kopi yang diteliti oleh Susi Mindarti yang merupakan mahasiswa progam Doktor Ilmu Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang.
Kulit kopi yang merupakan hasil samping pengolahan kopi yang belum dimanfaatkan secara optimal terutama untuk bahan pangan. Pemanfaatan kulit kopi berpotensi tinggi sebagai bahan pangan fungsional karena kandungan serat pangan didalamnya. Produk pangan kaya serat diketahui sangat baik dikonsumsi oleh penderita penyakit degeneratif terutama Diabetus Melitus. Pangan fungsional yang potensial dikembangkan adalah biskuit fungsional dari substitusi tepung kulit kopi.
Penelitian yang dijadikan disertasi dengan judul “Karakterisasi Fraksi Serat dan Efek Fisiologis Tepung Kulit Kopi (Coffee flour) Sebagai Agen Hipoglikemik” ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik serat dan sifat fisikokimia yang ada pada tepung kulit kopi Arabica dan Robusta. Selain itu untuk menganalisis karakteristik sifat fisikokimia biskuit fungsional dengan persentase substitusi tepung kulit kopi Arabica dengan dosis berbeda serta menganalisis efek fisiologis pada hewan coba dengan pemberian pakan modifikasi dengan mengganti tepung kulit kopi Arabica.
Susi memaparkan bahwa proses penelitianya dilakukan dalam 3 tahap dimana yang pertama yaitu pembuatan tepung kulit kopi dengan 2 level perlakuan yaitu: jenis Arabica dan Robusta, tahap kedua ialah pembuatan biskuit fungsional dengan 4 level perlakuan) dan yang terakhir yatu melakukan pengujian efek fisiologis secara in vivo pada hewan uji coba dengan 5 level perlakuan. Data yang diperoleh secara kuantitatif akan dianalisis secara statistik dan dilanjutkan uji BNT (Beda Nyata Kecil) dan data yang diperoleh secara kualitatif berupa histopatologi pankreas dianalisis secara deskriptif. Pada tahap pertama Susi mendapatkan hasil yang menunjukan serat larut pada tepung kulit kopi Arabica sebesar 4,30% lebih tinggi 0,56% dari Robusta, namun serat tidak larut 62,24% dan total serat 65,98% Robusta lebih tinggi 9,82% serat tidak larut dan 9,26% total serat dari Arabica. Butiran halus (Granula) tepung kulit kopi Arabica dan Robusta mempunyai bentuk yang tidak beraturan. Rentang ukuran granula tepung kulit kopi jenis Arabika dan Robusta hampir sama, namun lebih besar pada jenis Arabica.
Tepung kulit kopi jenis Arabica mempunyai kadar lemak 4,04%, kadar air 10,96% dan kadar abu 9,35% dimana lebih tinggi 0,08% lemak, 0,66% air dan 0,81% abu dibandingkan Robusta. Kadar protein 14,41% dan karbohidrat 62,78% pada jenis Robusta lebih tinggi 0,31% protein dan 1,24% karbohidrat dari Arabica. Tahap berikutnya menunjukan serat larut pada biskuit fungsional tertinggi pada perlakuan K3 sebanyak 3,02% da berbeda nyata dengan perlakuan K0, K1 dan K2. Serat tidak larut dari biskuit fungsional tertinggi pada perlakuan K3 sebanyak 10,28% dan berbeda nyata dengan perlakuan K0, K1 dan K2. Total serat pada biskuit fungsional tertinggi pada perlakuan K3 sebanyak 13,31% dan berbeda nyata dengan perlakuan K0, K1 dan K2. Perlakuan K0 memiliki tingkat kecerahan tertinggi sebanyak 54,40, tingkat kemerahan sebesar 16,30 dan tingkat kekuningan sebesar 26,30 serta tekstur/gaya patah sebesar 44,70 N dan berbeda nyata dengan perlakuan K1, K2 dan K3.
Perlakuan K0 memiliki tingkat kecerahan yang tinggi serta tingkat kekerasan yang tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan K0 memiliki kandungan air tertinggi sebanyak 4,05% dan berbeda nyata dengan perlakuan K1, K2 dan K3. Perlakuan K3 memiliki kandungan abu tertinggi sebanyak 1,68%, kandungan protein tertinggi sebanyak 8,67% dan kandungan karbohidrat tertinggi sebanyak 66,83% dan berbeda nyata dengan perlakuan K0, K1 dan K2. Perlakuan K1 memiliki kandungan lemak tertinggi sebanyak 24,40% dan berbeda nyata dengan perlakuan K0, K2 dan K3.Perlakuan 15% substitusi tepung kulit kopi (K3) memiliki kandungan pati resisten tertinggi sebesar 22,46 g kemudian diikuti perlakuan K2 (10%) sebesar 21,43 g dan K1 (5%) sebesar 12,49 g. Biskuit fungsional yang paling disukai pada perlakuan K3 (15%) pada beberapa parameter penilaian yaitu: warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan, sedangkan biskuit yang paling tidak disukai terdapat pada perlakuan K0 (kontrol). Serat pangan yang tinggi pada makanan dapat meningkatkan lipoprotein serum, menurunkan tekanan darah, mengontrol glukosa darah bagi penderita DM serta membantu menurunkan berat badan.
Efek fisiologis serat pangan antara lain memberikan efek pencahar, efek fermentabilitas, atenuasi darah, kadar kolesterol serta respon glukosa postprandial. Serat larut pada makanan akan membantu system pencernaan, meningkatkan penyerapan mikronutrien, kestabilan kadar glukosa darah, menurunkan serum lipid serta mencegah gangguan gastrointestinal dalam mencegah penyakit kardiovaskuler. Pada proses penelitian tahap ketiga Susi mendapati hasil yang menunjukan bahwa Aaupan pakan tertinggi pada perlakuan K3 sebesar 15g kemudian diikuti perlakuan K2, K1, K0 sebesar 14,96g, 14,89g, 14,88g dan terendah pada perlakuan K0 sebesar 8,25g.
Bobot badan hewan ujji coba tertinggi pada perlakuan K3 sebesar 275,3g namun tidak mengalami obesitas. Kadar glukosa darah pada akhir pengamatan tertinggi pada perlakuan K0 (+) dimana masih mengalami hiperglikemia sampai akhir pengamatan pada hari ke-28. Kadar glukosa darah terkecil ada pada perlakuan K3, namun masih berada pada kondisi normal. Kadar glukosa darah pada perlakuan K0 (-), K1 dan K2 juga kembali normal pada akhir pengamatan.
Susi mencatat rata-rata reseptor insulin tertinggi pada perlakuan K3 /tikus diabet dengan pakan pengganti 15% tepung kulit kopi sebesar 24,49 ng/dL dan terendah pada perlakuan K0 (+) /kontrol tikus diabet sebesar 15,79 ng/dL. Rata-rata jumlah sel alfa pankreas tertinggi pada perlakuan kontrol tikus diabet sebesar 49 dan terendah pada perlakuan tikus diabet dengan pakan substitusi 15% tepung kulit kopi sebesar 19,67. Sebaliknya rata-rata jumlah sel beta pankreas tertinggi pada perlakuan tikus diabet dengan pakan pengganti 15% tepung kulit kopi sebesar 55,33 dan terendah pada perlakuan kontrol tikus diabet sebesar 18,33. Gambaran histopatologi pankreas pada perlakuan K3 menunjukan kondisi sel yang kembali pulih dan tidak mengalami kerusakan, namun pada perlakuan K0(+) masih mengalami nekrosis sampai akhir pengamatan.
Kesimpulan yang diambil Susi dari hasil penelitiannya menunjukan perlakuan K3 dengan substitusi 15% tepung kulit kopi Arabica dapat dijadikan sebagai alternatif pangan fungsional yang memiliki efek fisiologis yang baik bagi penderita diabetes mellitus tipe 2. Penggantian tepung kulit kulit kopi tersebut pada pakan tikus penderita diabetes mellitus tipe 2 dapat meningkatkan asupan pakan dan bobot badan serta menurunkan kadar gula darah. Perlakuan tersebut memperbaiki kerusakan jaringan pankreas serta meningkatkan jumlah sel beta pankreas dan sel reseptor insulin.