Membentuk Perilaku Religius melalui Pendidikan Al Islam dan Kemuhammadiyahan

Selasa, 31 Agustus 2021 23:45 WIB

Pendidikan merupakan poros utama dalam memajukan suatu peradaban. Semakin baik mutu pendidikan semakin pesat kemajuan sebuah peradaban, begitu pula sebaliknya. Pendidikan yang pada hakikatnya merupakan upaya mewariskan nilai yang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani kehidupan dan sekaligus untuk memperbaiki nasib serta peradaban umat manusia.

Muhammadiyah sebagai organisasi gerakan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar telah berkontribusi cukup besar dalam memajukan sistem pendidikan nasional. Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah telah memelopori sistem pendidikan modern, yang memadukan pelajaran agama dan umum.

Bagi Muhammadiyah kontribusi pendidikan Muhammadiyah benar-benar dapat dirasakan karena telah terbukti menjadi institusi strategis dalam mendiseminasikan paham keislaman yang dikembangkan oleh Muhammadiyah.

Muhammadiyah memiliki 174 PTM, terdiri dari 40 Universitas, 1 institut, 96 Sekolah Tinggi, 22 Akademi, 4 Politeknik, dan 11 Perguruan Tinggi ‘Aisyiyah Banyaknya PTM tersebut merupakan indikasi bahwa Muhammadiyah telah mampu menjadi rahmatan lil alamin, sebab dapat memberi kesempatan belajar yang memadai bagi ribuan anak bangsa. Selain itu dapat memberi kesempatan kerja ribuan warga Negara baik sebagai dosen, tenaga administratif, maupun pengembang dan pemelihara sarana pisik kampus.

Muhammadiyah memandang bahwa kontribusi itu belum cukup bermakna bagi upaya memelihara kelangsungan dan kesinambungan Muhammadiyah dalam mencapai tujuannya sebagai gerakan dakwah dan tajdid yang melintasi zaman. Oleh karena itu diantaranya diperlukan pendidikan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) yang benar-benar efektif.

Al-Islam dan Kemuhammadiyahan adalah sangkan paraningidumadi bagi keberadaan PTM. Dimana, bahwa motivasi utama mendirikan PTM karena disemangati serta dijiwai oleh Al-Islam dan Kemu-hammadiyahan, bertujuan untuk mendakwahkan Al-Islam dan Kemu-hammadiyahan dalampengertian yang seluas-luasnya.

Melihat dari konstruksi model pendidikan AIK yang ada di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan UHAMKA Ma’ruf yang merupakan salah satu mahasiswa progam Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang ini pun mengangkat topik Pendidikan AIK sebagai sebuah Penelitian disertasi.

Ma’ruf melihat dimana hal yang menarik dari Pendidikan AIK di UMM adalah placement test bagi mahasiswa baru terutama kemampuan membaca Al-quran yang hasilnya diklasifikasi ke dalam tiga kelompok. Hasil klasifikasi tersebut dijadikan dasar pembagian kelas dalam perkuliahan AIK, baik program P2KK (AIK 1) maupun AIK 2, 3 dan 4.

Sedangkan di UHAMKA Jakarta selain jumlah SKS yang mencapai 12 SKS hal yang menarik adalah pelaksanaan Orientasi Dasar-Dasar Islam (ODDI) bagi semua mahasiswa baru. Penyediaan beberapa fasilitas website yang memudahkan mahasiswa belajar, pendidikan Islam untuk Disiplin Ilmu (IDI), dan ujian komprehensif AIK.

Namun demikian teori dan disain pembelajaran yang digunakan dosen melakukan pendidikan dan dampak dari model pendidikan AIK di kedua PTM tersebut bagi pembentukan perilaku religius belumlah diketahui dan dianalisis lebih jauh.

”Berdasarkan permasalahan tersebut perlu diidentifikasi bagaimana model pendidikan AIK di kedua PTM tersebut dan perlu dievaluasi bagaimana kontribusinya dalam membentuk perilaku religius mahasiswa,” ujar Ma’ruf.
 
Model Pendidikan AIK

Ma’ruf membandingkan model pendidikan AIK di UMM menggunakan kebijakan kurikulum AIK tahun 2010 yang terdiri dari teori dan praktek ibadah yang dikemas dalam program P2KK. Lalu adanya AIK 2 yang befokus pada Aqidah dan Ibadah. Lalu, AIK 3 yang berfokus pada pengajaran kemuhammadiyahan dan AIK 4 yang bertujuan untuk mengajarkan akhlaq dan muammalah.

Sedangkan AIK pada UHAMKA menggunakan kurikulum tahun 2013 dimana pengajaran terdiri dari AIK 1 tentang Pendidikan Agama Islam (PAI), AIK 2 tentang Aqidah, AIK 3 tentang Kemuhammadiyahan, AIK 4 tentang ibadah dan akhlaq, AIK 5 terkait Muammalah, dan AIK 6 tentang Islam untuk Disiplin Ilmu
Placement test pada AIK di UMM untuk mengklasifikasi mahasiswa baru ke dalam tiga kelas, mubtadi’in (rendah), muttawashitin (menengah), dan motaqoddimin (di atas rata-rata).

Program Pembentukan Kepribadian dan Kepemimpinan (P2KK), diselenggarakan selama satu minggu berasrama di rusunawa secara bergelombang dengan materi utama teori dan praktek ibadah, kepribadian, dan kepemimpinan.

Program ini disetarakan dengan AIK 1, lalu kegiatan Baca Tulis Quran (BTQ) untuk mahasiswa kelas mubtadi’in, Kuliah Ahad Pagi (KAP), Kuliah Ahad Shubuh, dan Perkuliahan AIK 2, 3 dan 4.
Di model yang lain, UHAMKA menggunakan Program Orientasi Dasar-dasar Islam (ODDI) yang diselenggarakan selama 3 hari 3 malam di Rusunawa untuk semua mahasiswa baru dengan tujuan mahasiswa memahami: dasar-dasar ajaran Islam sesuai paham Muhammadiyah, terampil praktek ibadah, mampu melaksanakan akhlaqul karimah di kampus, memiliki keterampilan dasar  dakwah virtual dan kepemimpinan.

Perkuliahan AIK 1 – AIK 6, Ujian komprehensif AIK, dan kegiatan Darul arqom kemuhammadiyahan untuk karyawan, dosen, dan pimpinan selama 2 hari 2 malam secara bergelombang. Pendekatan yang digunakan dosen AIK di kedua PT Muhammadiyah tersebut adalah behaviorisme dan desain pembelajaran yang digunakan adalah desain Gerlach & Ely meskipun belum sepenuhnya.

Kontribusi Pendidikan AIK

Melalui temuan penelitian, Ma’ruf menunjukkan bahwa pendidikan AIK, baik di UMM maupun di UHAMKA sama-sama berkontribusi dalam pembentukan perilaku religius mahasiswa seperti pada dimensi ideologi. Pendidikan AIK berkontribusi dalam meningkatkan kepercayaan mahasiswa kepada Allah, Al-Quran kehidupan setelah kematian (akherat), keberadaan jin dan syetan.

Pada dimensi praktikal, pendidikan AIK dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa melakukan salat wajib dan sunnah, kesadaran membayar zakat dan menjalankan puasa wajib dan sunnah dan kemampuan membaca al-quran.

Dimensi pengabdian, pendidikan AIK berkontribusi meningkatkan kemampuan mahasiswa menjadikan al-quran sebagai pedoman hidup dan kemampuan mahasiswa melakukan do’a setelah salat witir.

Pada dimensi pengalaman, pendidikan AIK berkontribusi dalam meningkatkan perasaan mahasiswa selalu diawasi Allah, diselamatkan oleh Nabi dengan risalah islamiahnya; untuk takut kepada Allah. Perasaan takut dihukum oleh Allah jika melakukan perbuatan yang dilarang agama serta untuk merasa sedang digoda syetan ketika berbuat yang melanggar ketentuan Allah.

Berdasarkan temuan-temuan tersebut Ma’ruf juga memiliki harapan dimana dirinya melihat Placment test memang sejalan dengan prinsip belajar, bahwa belajar akan efektif jika sesuai kebutuhan peserta didiknya.

Oleh karena itu program tersebut perlu diselenggarakan bagi PTM yang belum melakukan dan terus dikembangkan bagi PTM yang sudah mengembangkannya.
Harapan lainnnya adalah penggunaan pendekatan behaviorisme dalam pendidikan AIK hendaklah dilakukan secara selektif.

Sebab tidak semua mata kuliah AIK cocok menggunakan pendekatan ini, pendekatan konstruktivisme perlu dipertimbangkan jika proses pembelajaran menghendaki mahasiswa aktif untuk mengkonstruksi pengetahuan dan pengalamannya supaya lebih bermakna. (*)

Sumber: www.timesindonesia.co.id

Shared: