Secara normatif peta jalan jenjang karier guru sampai mejadi kepala sekolah memiliki regulasi yang jelas. Sehingga rasionalitasnya jabatan kepala sekolah menjadi harapan dan cita-cita semua guru. Tetapi dalam realitasnya ditemukan fenomena yang sepertinya tidak rasional, karena proses rekrutmen calon kepala sekolah justru kurang diminati oleh guru.
Fenomena guru yang tidak memanfaatkan peluang berkarier sebagai kepala sekolah menarik untuk dilakukan penelitian. Seperti bagaimana rasional guru yang tidak memanfaatkan peluang berkarier sebagai kepala sekolah serta apa motif guru yang tidak memanfaatkan peluang berkarier sebagai kepala sekolah.
Berdasarkan fenomena tersebut Djoko Irianto salah satu mahasiswa program Doktor Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang mengangkat tema tersebut menjadi sebuat penelitian disertasi dengan judul “Studi Fenomenologi Guru Yang Tidak Memanfaatkan Peluang Berkarier Sebagai Kepala Sekola”.
Penelitian yang memfokuskan fenomena peluang berkarir guru yang ada di Kabupaten Malang ini bertujuan untuk menganalisis rasionalitas guru yang tidak memanfaatkan peluang berkarier sebagai kepala sekolah serta menganalisis motif (in-order-to) motive and because-motive) guru yang tidak memanfaatkan peluang berkarier sebagai kepala sekolah.
Dikonfirmasi saat akan mengajukan Ujian Promosi Doktor yang rencananya akan dilaksanakan pada Kamis 3 Desember 2020, Djoko menerangkan dimana penelitian ini menggunakan paradigma definisi sosial dengan pendekatan kualitatif, studi fenomenologi dan juga untuk mengumpulkan data menggunakan dengan melakukan wawancara dengan para narsumber untuk dianalisa menggunakan metode Interpretative Phenomenological Analysis (IPA).
“Ada tiga jenis informan yang saya teliti di mana ada 11 orang guru yang saya wawancarai sebagai informan utama, lalu 18 orang guru sebagai informan pendukung kelompok pertama, serta 14 guru sebagai informan pendukung kelompok kedua. Semuanya berasal dari 13 kecamatan yang ada di Kabupaten malang seperti Lawang, Singosari, Ngantang, Bululawang, Ngondanglegi, Turen, Dampit, Sumbermanjing Wetan, Pagak, Bantur, Kepanjen dan Sumberpucung” ungkap mahasiswa yang akrab dipanggil Djoko ini.
Selain itu dirinya juga mengatakan karena penelitian ini berdasarkan fenomena yang menjadi fokus dalam kajian maka dirinya menggunakan bebapa teori seperti teori pilihan rasional (rational choice theory) yang dikemukan Coleman dan teori fenomenologi (phenomenology theory) Schutz. Dua teori Coleman dan Schutz menjadi dasar melakukan analisis (analysis tools theory)
Berdasarkan teori pilihan rasional (Coleman), jika tidak melibatkan individu lain sekurang-kurangnya terdapat dua unsur utama yaitu aktor dan sumber daya. Sedangkan jika aktor dalam melakukan pilihan rasionalnya melibatkan individu yang lain maka sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur yaitu: aktor, sumber daya dan norma.
Di sini aktor dalam penelitian ini adalah guru yang memanfaatkan peluang berkarier sebagai kepala sekolah tetapi memilih tindakan negasi atau tidak memanfaatkan peluang tersebut. Sumber daya dalam penelitian ini terdiri dari seluruh potensi yang dimiliki guru (internal dan eksternal).
Sumber daya sebagai bahan pertimbangan sebelum aktor menggambil keputusan, sumber daya internal dimiliki aktor sebagai cadangan pengetahuan (stock of knowlodge). Cadangan pengetahuan yang dimiliki aktor bersumber proses sosial mencakup: pengalaman pribadinya, pengalaman orang lain, proses belajar dll.
Karena keterbatasan teori tindakan rasional dalam mengungkap bagaimana motif serta tipe tindakan rasionalitas atas maka peneliti menghadirkan teori fenomenologi Schutz untuk mengungkap bagaimana motif agar/tujuan “in-order-to”motive dan motif sebab “because-motive”. Sehingga tindakan guru yang tidak memanfaatkan peluang karier kepala sekolah merupakan tindakan yang rasional karena dalam prosesnya dilakukan melalui pertimbangan serta motif sebab maupun motif tujuan sebelum mengambil keputusan dan melakukan tindakan.
Rasionalitas Guru Perspektif Teori Pilihan Rasional
Guru dalam prosesnya sebelum melakukan tindakan diawali dengan berbagai pertimbangan jika merujuk pada teori pilihan rasional maka pertimbangan yang pertama sumber daya dan yang kedua adalah norma-norma.
Potensi Sumber Daya, dalam penelitian ini terdiri atas tiga pola yaitu: Pengalaman diri, Agama/ Kenyakinan yang dianut, Lingkungan Keluarga, Norma-norma dalam penelitian ini adalah yang mengendalikan aktor di lembaga pendidikan (sekolah) yang terdiri tiga yaitu: Atasan Guru dan Perilakunya, regulasi Permendikbud No. 6 Tahun 2018, dan nilai etika budaya.
Berdasarkan data yang telah Djoko gali melalui wawancara kepada para informan, didapati berbagai jawaban seperti karena tidak adanya kejelasan jenjang karier guru, kepala sekolah menurutnya harus pernah menjadi wakil kepala sekolah, wakil kepala sekolah pernah menjadi staf yang membantu wakil kepala sekolah, selanjutnya staf wakil kepala sekolah telah memiliki pengalaman sebagai wali kelas atau pembina kesiswaan.
Hal tersebut bedasarkan pengalaman salah satu informan saat pertama kali diangkat sebagai wakil kepala sekolah dulu surat keputusan dari kepala bidang kanwil provinsi. Kedua, jabatan kepala sekolah bukan sekedar jabatan karier tetapi sebagai amanah yang harus dilaksanakan secara obyektif, jika tidak dilaksanakan secara obyektif akan berat pertanggungannya. Ketiga, sikap perilaku kepala sekolah belum dapat dijadikan sebagai teladan, sehingga sering menjadi bahan gosip guru baik di sekolah maupun dalam forum pertemuan guru.
Mengacu pemikiran teori pilihan rasional (Colemen) yang mempersyaratkan dua unsur utama yaitu aktor dan sumber daya penelitian ini sejalan dengan teori pilihan rasional. Di mana guru sebagai aktor, sebelum melakukan tindakan prosesnya diawali dengan berbagai pertimbangan (sumber daya) yang dimiliki diantaranya pengalaman diri, paham agama/ kenyakinan yang dianut dan lingkungan keluarga.
Guru sebagai aktor tindakan yang dilakukan dalam rangka memaksimalkan manfaat, keuntungan serta pemuasan pada kebutuhan-kebutuhan mereka.
Implikasi Teori Pilihan Rasional
Implikasi teoritik, Djoko menjelaskan bahwa teori pilihan rasional tidak mempermasalahkan apakah tindakan aktor rasional atau irrasional seperti yang dibayangkan atau tidak biasa dibayangkan. Rasionalitas tindakan ditentukan pertama oleh pertimbangan-pertimbangan sebelum aktor mengambil keputusan. Kedua tindakan yang dilakukan aktor merupakan maksimalisasi keuntungan (utility) sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi.
Berdasarkan hasil penilitian, Djoko menemukan teori baru yang diberi nama Teori pilihan rasional berbasis motif dimana teori pilihan rasional berbasis motif dibangun atas tujuh postulat/ asumsi dasar adalah sebagai berikut:
1) Agama sebagai motif dalam melakukan tindakan, kenyakinan dan pemahaman agama aktor menjadi pertimbangan dan motivasi sebelum aktor mengambil keputusan dan melakukan tindakan.;
2) Nilai-nilai budaya sebagai motif dalam melakukan tindakan, nilai-nilai budaya yang terinternalisasi dalam diri aktor, menjadi kenyakinan yang dijadikan pertimbangan sebelum mengambil keputusan dan melakukan tindakan.;
3) Aktor, meskipun aktor sebagai individu yang otonom tidak dapat dipisahkan sebagai makhluk sosial, makhluk ekonomi, makhluk berbudaya dan makhluk beragama.;
4) Sumber daya, sumber daya adalah potensi yang dimiliki aktor (internal) termasuk potensi di lingkungan aktor (ekternal) yang dapat dimanfaatkan aktor sebagai pertimbangan sebelum mengambil keputusan dan melakukan tindakan.;
5) Norma sebagai pedoman, kepatuhan aktor pada norma tidak semata-mata mengendalikan aktor tetapi menjadi jaminan dalam pencapaian tujuan atau keuntungan atau kegunaan (utility).;
6) Rasionalitas tindakan, tiga unsur utama yaitu aktor, sumber daya dan norma terinternalisasi dalam cadangan pikiran (stock of knowledge) menjadikan pertimbangan sebelum aktor mengambil keputusan dan melakukan tindakan untuk memaksimalkan pencapaian tujuan atau keuntungan atau kegunaan (utility).
7) Maksimalisasi tindakan, tindakan yang dilakukan aktor untuk memaksimalakan keuntungan yang diperoleh aktor tidak selalu berupa material (ekonomi), kegunaan (utility) tetapi dapat berupa keuntungan moral dan keuntungan spritual (berupa ketentaraman, kenyamanan, ketertiban).
Implikasi Hasil Penelitian
Implikasi hasil penelitian berdasarkan analisis fenomena rasionalitas guru yang tidak memanfaatkan peluang (negasi) berkarier sebagai kepala sekolah. Dalam penelitian ini menawarkan revitalitasi model dalam rekrutmen pejabat publik (kepala sekolah) yang oleh diberi nama model paripurna.
Model Paripurna dijelaskan oleh Djoko merupakan model dalam proses rekrutmen calon kepala sekolah. Model rekrutmen rekrutmen ini tetap berpijak pada teori pilihan rasional dan teori fenomenologi. Model Paripurna dalam proses rekrutmen calon kepala sekolah terdiri dari lima tahap yang terdiri dari: pertama agen penyaringan; kedua motivasi; ketiga sumber daya, keempat tuntutan jabatan dan kelima kontrol jabatan. Kelima proses merupakan satu kesatuan yang terintegrasi.
1) Agen penyaringan, pertama penyelenggara rekrutmen seleksi administrasi pendaftaran calon melibatkan unsur tim yang terdiri dari sekurang-kurangnya tiga unsur yaitu: perwakilan birokrasi dan diluar birokrasi dewan pendidikan (Kab/Kota/ Provinsi) dan perguruan tinggi. Kedua Pendaftaran calon kepala sekolah, pendaftaran guru yang berminat berkarier menjadi kepala sekolah dilakukan secara terbuka mengarah dengan tanpa mengabaikan regulasi permendikbud tentang rekrutmen calon kepala sekolah dan ketiga, transparansi kriteria yang dipergunakan dalam seleksi administrasi.
2) Motivasi, melalui test diagnostik calon kepala sekolah harus terungkap apa dan bagaimana motif sebab ingin berkarier sebagai kepala sekolah dan kedua apa dan bagaimana motif tujuan terjabarkan dalam visi misi jika menjadi kepala sekolah.
3) Sumber Daya, karena kepala sekolah merupakan jenjang karier guru secara hirarki, indikator yang pertama adalah capaian hasil uji kompetensi guru, indikator yang kedua capaian hasil diklat calon kepala sekolah yang diselenggarakan LPPKS. Indikator yang ketiga adalah laporan surat pemberitahuan pajak (SPT).
4) Tuntutan Jabatan, Calon Kepala sekolah terpilih harus memberikan harapan terwujudnya layanan pendidikan yang bermutu berorientasi untuk kehidupan peserta didik di masa depan.
5) Kontrol Jabatan, Calon kepala sekolah terpilih setelah menjabat selama satu tahun berdasarkan capaian penilaian kinerja, jika memiliki nilai kinerjanya cukup harus kembali ke tahap satu atau kembali menjadi guru. Sedang jika memiliki kinerja baik melanjutkan jabatan untuk jabatan periode pertama, pada akhir tahun keempat dalam jabatan kepala sekolah berdasarkan penilaian kinerja jabatan kepala sekolah jika nilainya baik maka harus kembali ke tahap satu atau kembali menjadi guru. Sedang jika hasil penilaian kinerja sangat baik langsung melanjutkan jabatan kepala sekolah untuk periode kedua.
Dari disertasinya Djoko menyimpulkan diman rasionalitas tindakan guru yang tidak memanfaatkan peluang berkarier sebagai kepala sekolah adalah tindakan yang rasional sejalan dengan perspektif teori pilihan rasional.
Karena sebelum guru sebagai aktor melakukan tindakannya guru sebagai aktor tedanlah mempertimbangan berbagai faktor (sumber daya dan norma) untuk optimalisasi pencapaian tujuan yang memberikan keuntungan material (ekonomi), kegunaan (utility) tetapi dapat juga berupa keuntungan moral dan keuntungan spritual (berupa ketentaraman, kenyamanan, ketertiban).
Di sisi lain sebab/alasan yang dilakukan guru yang tidak memanfaatkan peluang berkarier sebagai kepala sekolah adalah tindakan yang rasional. Motif sebab yang berupa motif intrinsik telah tertanam dalam diri bahkan telah melembaga (internalisasi dan institusionalized).
Sedang motif ekstrinsik pada diri aktor proses terbentuk melalui dialog/dialektika yang tidak spontan serta tujuan yang dilakukan guru yang tidak memanfaatkan peluang berkarier sebagai kepala sekolah adalah tindakan yang rasional.
Karena guru sebagai aktor menjadikan pencapaian tujuan bukan semata-mata diukur oleh keuntungan secara keuntungan material (ekonomi) tetapi dapat juga berupa keuntungan moral dan keuntungan spritual (berupa ketentaraman, kenyamanan, ketertiban). (*)
Sumber: www.timesindonesia.co.id