Reformasi Kurikulum Pendidikan Agama di Era Disrupsi

Sabtu, 28 Agustus 2021 07:54 WIB

Revolusi Industri keempat (Industry 4.0) atau era disrupsi membuat dunia pendidikan berbenah. Kurikulum pendidikan perlu proses reformasi dan penyesuaian terhadap kebutuhan zaman. Tak terkecuali untuk Kurikulum Pendidikan Tinggi (KPT) program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) juga harus melakukan pengembangan kurikulum.
Dunia pendidikan secara tidak langsung ikut terdampak oleh derasnya arus industry 4.0. Munculnya dinamisasi masyarakat yang memiliki basis sains dan pasar kerja yang liberal merupakan dampak langsung revolusi industri keempat yang menjadi tantangan Pendidikan Tinggi saat ini. Hal ini dikarenakan adanya komparasi mutu antar negara, antar mahasiswa dan tenaga kerja.

Relasi antara pendidikan dan globalisasi membawa dampak lahirnya masyarakat baru yaitu “knowledge based society” yang merupakan anak kandung globalisasi. Robert B Tucker mengidentifikasi ada 10 tantangan di abad 21 ini, 10 hal tersebut antara lain: (1) kecepatan (speed); (2) kenyamanan (convenience); (3) gelombang generasi (age wave); (4) pilihan (choice); (5) ragam gaya hidup (life style); (6) kompetisi harga (discounting); (7) pertambahan nilai (value added); (8) pelayanan pelanggan (customer services); (9) teknologi sebagai andalan (techno age); dan (10) jaminan mutu (quality assurance)

Tantangan lain dari arus globalisasi dan revolusi industri 4.0 di dunia pendidikan khususnya di Indonesia di mana hasil survei internasional menunjukkan bahwa mutu pendidikan Indonesia masih rendah, disparitas kualitas pendidikan antar daerah masih tinggi, lalu adanya globalisasi dan pasar bebas membuat persaingan lulusan dalam dunia kerja semakin ketat. Angka pengangguran intelektual semakin tinggi, tenaga kerja asing meningkat sementara tenaga kerja dalam negeri yang bekerja di luar negeri nonprofessional, banyak peserta didik yang lebih suka sekolah atau kuliah di luar negeri, dan peran pendidikan tinggi lebih berat untuk menciptakan masyarakat madani (civil society).
Keberadaan kerangka kualifikasi secara nasional yang disebut sebagai KKNI dinilai akan dapat memacu peningkatan skills SDM Indonesia. Selain itu diharapkan juga memberikan fasilitas mobilisasi peserta didik dan para pekerja. KKNI juga dapat berperan untuk meningkatkan kesempatan untuk mengikuti jenjang pendidikan dan pelatihan yang lebih tinggi.

Bila kesetaraan sistem kualifikasi antar negara peserta konvensi sudah terwujud, maka akan tercipta kesempatan mobilisasi pekerja yang lebih banyak, adanya pengakuan secara internasional atas kesetaraan ijazah dan sertifikat kompetensi dari lembaga pendidikan dan pelatihan.

Berdasarkan faktor dan fenomene di atas, Lukman Hakim, mahasiswa Program Doktoral Universitas Muhammadiyah Malang, mengangkatnya dalam sebuah penelitian disertasi dengan tajuk “Reformasi Kurikulum Pai Di Era Disrupsi” dan diujikan pada siding terbuka Ujian Promosi Doktor 27 Agustus 2020.

Lukman menjelaskan penelitian ini bertujuan untuk untuk mendeskripsikan dan menganalisis pengembangan kurikulum integratif yang sesuai dengan paradigma Integrated Twin Towers dalam Kurikulum Pendidikan Tinggi di prodi PAI UINSA. Selain itu juga bertujuan untuk menjelaskan proses reformasi kurikulum pendidikan tinggi yang integratif pada prodi PAI UINSA yang mengacu pada KKNI serta mendeskripsikan dan menganalisis perumusan kurikulum integratif pada program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) UINSA.

Hubungan dan Integritas Keilmuan PAI  

Sebagaimana diketahui wacana integrasi keilmuan hingga kini masih hangat diperbincangkan. Wacana ini muncul sejak diskursus tentang relasi antara Islam dan sains menyeruak ke permukaan. Wacana hubungan agama (islam) dan sain telah bergulir sejak Syed Muhammad Naquib al-Attas, Ismail Razi al-Faruqi, Murice Bucaile, Syed Hussein Nasr dan Ziauddin Sardar serta para pemikir Indonesia seperti Nurcholis Madjid dan M. Amin Abdullah.

Setidaknya ada lima varian hubungan antara Islam dan sain: Justifikasi atau ayatisasi ilmu atau sebaliknya pembuktian kebenaran Al-Qur’an dan Hadis, relasi dan titik temu (interface) Islam dalam ilmu pengetahuan; komparasi ontologi, epistemologi dan aksiologi ilmu dalam Islam, kolaborasi Ilmu dan Islam, dan rekonstruksi ilmu dalam Islam.

Walaupun ada beberapa varian tentang bagaimana pola atau model hubungan Islam dan sain itu, namun upaya perwujudannya dalam dunia pendidikan terus bergulir salah satunya adalah integrasi Islam dan sain yang menjadi semboyan utama berdirinya Universitas Islam Negeri (UIN) yang merupakan ekspansi dai IAIN dan STAIN.

Upaya ijtihadi hubungan Islam dan sain di UIN melahirkan beberapa model diantaranya: jaring laba-laba (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), pohon ilmu (UIN Maliki Malang), dan integrated twin towers (UIN Sunan Ampel Surabaya). Walaupun model integrasi itu belum sepenuhnya melembaga, namun upaya itu patut dihargai karena membangun paradigma keilmuan memerlukan beberapa generasi sampai menemukan suatu mazhab keilmuan  (school of knowledge) tertentu.

Penelitian disertasi ini mengkaji tentang integrasi Islam dan sain dalam kurikulum di UINSA Surabaya boleh dikatakan sebagai penelitian awal yang diharapkan dapat mengilhami dan sekaligus sebagai pijakan bagi peneliti-peneliti berikutnya sejalan dengan semakin matangnya konsep integrasi itu sendiri.

Sementara Azyumardi Azra mengemukakan ada tiga tipologi respon cendekiawan muslim berkaitan dengan hubungan antara keilmuan agama dengan keilmuan umum. Yakni: restorasionis, rekonstruksionis dan reintegrasi. Namun integrasi ilmu di UINSA adalah dalam konteks tranformasi kelembagaan dari yang sebelumnya perguruan tinggi atau institut menuju universitas, dengan mengikuti paradigma Integrated Twin Towers.

Ada beberapa model islamisasi pengetahuan yang bisa dikembangkan dalam menatap era disrupsi saat ini antara lain: model purifikasi, model modernisasi Islam, dan model neo-modernisme. Penelitian ini memperkaya khazah keilmuan terkait wacana integrasi ilmu dan implementasinya.

Wacana integrasi ilmu memang tiada akhirnya dan selalu menarik untuk diperbincangkan. Namun yang lebih mendesak adalah diperlukan suatu respon yang sangat serius oleh PTKI untuk menemukan pola, model dan konstruk integrasi ilmu yang relevan, efektif implementatif dalam konteks PTKI. Tentu saja bisa berangkat dari hasil evaluasi beberapa model integrasi ilmu yang sudah ada dan dituangkan dalam kurikulum integratif.

Makna kurikulum integratif yaitu kurikulum yang mengintegrasikan sejumlah disiplin keilmuan melalui isi kurikulum, keterampilan-keterampilan, dan tujuan-tujuan yang bersifat afektif. Tujuan utama dari kurikulum integratif yaitu mengintegrasikan sejumlah materi kurikulum dan komponen-komponen pembelajaran dengan menghilangkan batas-batas di antara berbagai berbagai disiplin keilmuan.

Kebutuhan untuk mengembangkan kurikulum integratif pada pendidikan tinggi Islam disebabkan oleh adanya tuntunan kebutuhan masyarakat dan perkembangan IPTEK. Keterpaduan antara berbagai disiplin ilmu umum dan ilmu agama perlu dilakukan, tanpa mengorbankan spesialisasi yang menjadi ciri masyarakat modern.

Pemikiran memadukan antara ilmu umum dan ilmu agama ini pada gilirannya membawa kepada timbulnya konsep Islamisasi ilmu pengetahuan. Sebagaimana dijelaskan Koentowijoyo, Islamisasi ilmu pengetahuan sangat signifikan dalam rangka menjawab persoalan yang selama ini dirasakan di dunia pendidikan, yaitu dualisme atau dikotomi antara ilmu umum dan ilmu agama.

Integrasi ilmu umum ke dalam bingkai Islam melalui desain kurikulum integratif dapat tercapai, menurut Muhaimin, apabila dibarengi dengan strategi pembelajaran yang diarahkan pada learning (bukan sorting), sebagaimana kecenderungan pembelajaran pada era informasi yang lebih mengedepankan attainment-based (berbasis pada hasil yang dicapai), person based (berbasis pada kebutuhan perorangan), dan resource based (berbasis pada sumber belajar).

Dengan demikian, diharapkan dapat tercapai pembelajaran yang mengarah pada: 1) mastery learning (belajar tuntas); 2) continuous progress (kemajuan belajar secara terus menerus); 3) personal learning plans atau rencana belajar sesuai dengan kebutuhan peserta didik; 4) performance based assesment (penilaian dilakukan berbasis unjuk kerja; 5) l
performance based earning (belajar berbasis unjuk kerja; 6) cooperative learning (teams) atau belajar dengan bekerja sama dalam kelompok-kelompok tertentu; 7) advanced technologies as tools (teknologi maju dijadikan sebagai alat belajar); 8) teacher as coach or facilitator (peranan guru atau dosen sebagai pelatih atau fasilitator); 9) thinking skills and meaning making (mengembangkan ketrampilan berfikir dan membuat makna); dan 10) interpersonal skills (mengembangkan ketrampilan hubungan antar pribadi).

Pendekatan dan Proporsi Pembelajaran PAI  

Penelitian yang Lukman lakukan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan berlandaskan pada filsafat postpositivisme atau paradigma interpretif dan konstruktif, yang memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang holistic atau utuh, kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan gejala bersifat interaktif. Sementara jenis penelitiannya adalah studi kasus, pengumpulan data diperoleh dengan cara wawancara, dokumentasi, dan observasi langsung. Sedangkan analisis data menggunakan model penjodohan pola.

Beberapa temuan dalam penelitian ini adalah Proses reformasi kurikulum di UINSA seiring transformasi dari IAIN ke UIN adalah dengan integrasi Paradigma Integrated Twin Towers dan pengembangan kurikulum integratif yang mengacu KKNI serta implementasi Kurikulum integratif yang mengacu KKNI di Prodi PAI UINSA dilaksanakan dengan pendekatan multidisipliner, interdisipliner dan transdisipliner, dan Perumusan kurikulum integratif dimulai dengan rumusan profil lulusan, bahan kajian dan kompetensi apa saja yang  akan dikuasai, baru kemudian menentukan capaian pembelajaran.

Temuan pertama dalam penelitian Lukman ini mengkontruksi kembali teori integrasi yang dikemukakan oleh Robin Fogarty. Temuan kedua dalam penelitian ini juga mengkontruksi kembali teori pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Hilda Taba, sedangkan untuk temuan ketiga, hasil dari penelitian ini menguatkan teori Pragmatisme yang dikemukakan oleh John Dewey.

Adapun beberapa proposisi yang dapat diajukan dalam penelitian tentang pengembangan kurikulum integratif PAI yang mengacu KKNI ini adalah proses pengembangan kurikulum integratif dengan memadukan antara keilmuan umum dan agama, pendekatan dalam kurikulum integratif melalui pendekatan antar disiplin ilmu, dan proses perumusan kurikulum integratif ditentukan berdasarkan profil lulusan dan capaian pembelajaran. (*)

Sumber: https://www.timesindonesia.co.id

Shared: