Meskipun prevalensi gangguan jiwa di Indonesia cukup tinggi dan orang dengan gangguan jiwa jamak ditemukan sehari hari, namun literasi kesehatan jiwa ternyata tidak semakin membaik. Rendahnya literasi kesehatan jiwa berdampak pada perlakuan yang diterima oleh orang dengan gangguan jiwa. Orang dengan gangguan jiwa banyak dipasung oleh keluarganya, dipaksa bercerai dengan suami atau istrinya, dibiarkan hidup di jalanan, bahkan dirampas hartanya. Banyak keluarga berupaya menghindari peran dan tanggung jawabnya merawat orang dengan gangguan jiwa dan berharap pemerintah atau lembaga sosial dapat merawat orang dengan gangguan jiwa seumur hidupnya. Keluarga sendiri pun menghadapi masalah akibat adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Tingginya stigma terhadap gangguan jiwa menyebabkan keluarga dikucilkan secara sosial oleh masyarakat. Penerimaan terhadap orang dengan gangguan jiwa untuk hidup di tengah masyarakat tanpa diskriminasi dapat berlangsung jika literasi kesehatan jiwa masyarakat semakin membaik. Meningkatnya literasi kesehatan jiwa pada berbagai negara berkorelasi positif dengan semakin tinggi penerimaan masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa dan pengobatan medis moderen sebagai upaya penyembuhan.
Pemerintah Indonesia terus berusaha meningkatkan literasi kesehatan jiwa masyarakat, bahkan mencanangkan Indonesia bebas pasung pada tahun 2019, namun sampai saat ini masih banyak keluarga yang memasung anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa. Upaya meningkatkan literasi kesehatan jiwa dilakukan melalui kampanye, penyuluhan, kunjungan rumah dan pemberian edukasi bagi keluarga yang anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa.
Tindakan tenaga kesehatan memberikan edukasi ke keluarga pasien dengan gangguan diharapkan akan meningkatkan literasi kesehatan jiwa dan mendorong keluarga bersedia menjalankan tanggung jawabnya merawat anggota keluarganya. Meskipun tenaga kesehatan telah memberikan edukasi sesuai dengan pengetahuan dan pengalamannya sebagai tenaga kesehatan profesional, namun literasi kesehatan jiwa keluarga pasien tetap tidak membaik.
Masih banyak keluarga yang menolak menerima, tidak mengawasi minum obat, kembali memasung, membuang anggota keluarganya dan kembali mendatangi “orang pintar” untuk mencari kesembuhan. Rasionalitas tindakan tenaga kesehatan perlu menjadi perhatian dalam upaya peningkatan literasi kesehatan jiwa keluarga pasien.
Ukuran rasionalitas tindakan tenaga kesehatan tidak bisa diukur hanya berdasarkan pengetahuan dan pengalaman profesionalnya. Perlu mempertimbangkan pengalaman subjektif, keyakinan dan pengetahuan keluarga pasien yang tumbuh, berkembang dan berakar pada budaya masyarakat.
Banyak deviasi perilaku menurut rasionalitas Barat adalah gangguan jiwa, namun dalam budaya tertentu dapat diterima sebagai perilaku normal. Tindakan tenaga kesehatan dalam budaya Timur tidak hanya memiliki tujuan individual tetapi juga tujuan kolektif yang lebih transendental.
Tujuan kolektif ini berakar dari budaya dan agama yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat. Pertimbangan pengetahuan tenaga kesehatan, pengalaman profesional tenaga kesehatan dan pengalaman subjektif, keyakinan dan pengetahuan keluarga pasien merupakan sebuah segitiga rasional tindakan tenaga kesehatan.
Keluarga menjadikan pengobatan tradisional sebagai pilihan utama (main medicine) mencari kesembuhan (health seeking) saat anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa. Pengobatan medis moderen justru hanya menjadi pengobatan alternatif (alternative medicine) bagi keluarga pasien dengan gangguan jiwa.
Upaya mencari kesembuhan melalui pengobatan medis moderen dipengaruhi oleh orang lain atau faktor tertentu. Pengaruh orang lain atau faktor tertentu terhadap keputusan keluarga pasien dengan gangguan jiwa, semakin besar jika datangnya dari tokoh yang menjadi panutan masyarakat.
Model pencarian kesembuhan (health seeking) kembali terulang setelah pasien dengan gangguan jiwa dinyatakan sembuh dan dikembalikan ke keluarganya. Keluarga pasien dengan gangguan jiwa kembali menjadikan “orang pintar” atau penyembuh tradisional saat gangguan jiwa anggota keluarganya kembali kambuh. (*)
Sumber: www.timesindoensia.co.id