Tinjau Tindakan Prososial Aktivis OBH Terhadap Masyarakat Miskin di Palangkaraya

Sabtu, 28 Agustus 2021 07:30 WIB

 

Laila Rahmawati, mahasiswa yang sedang menempuh program Doktor Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), meneliti tentang bagaimana tindakan prososial aktivis pada organisai bantuan hukum (OBH) yang ada di kota Palangkaraya dalam bentuk disertasi. Berikut isi dari penelitian yang dijabarkannya saat disapa sebelum mengajukan ujian yang akan dilaksanakan Kamis, 23 Juli 2020.

Organisasi bantuan hukum atau yang bisa disingkat OBH merupakan salah satu jenis organisasi yang memiliki kegiatan utama membantu dalam hal pendampingan di bidang hukum dan telah berdiri di beberapa tempat, termasuk di Palangkaraya. Lalu seperti apa makna dari kegiatan dan tindakan prososial yang mereka kerjakan terlebih bagi masyarakat miskin ?

Secara umum, Laila mengungkapkan bahwa tindakan prososial dapat didefinisikan sebagai tindakan yang ditujukan kepada orang lain. Baik secara fisik maupun psikis yang memberikan manfaat positif bagi orang yang mereka bantu. Walaupun tindakan tersebut  sebenarnya tidak mempunyai manfaat dan keuntungan yang jelas bagi individu yang melakukannya dan bantuan tersebut dilakukan sesuai dengan norma masyarakat yang berlaku.

Dijelaskan juga dalam disertaninya, Laila menuliskan dari penelitian Mussen di tahun 2003 di mana ditemukan beberapa macam aspek­-aspek perilaku prososial. Seperti Menolong (helping), di mana kesediaan memberikan bantuan atau pertolongan kepada orang lain yang sedang mengalami kesusahan. Baik berupa moril maupun materiil. Menolong meliputi membantu orang lain atau menawarkan sesuatu yang menunjang berlangsungnya kegiatan orang lain.

Berbagi (sharing), di mana bersedia untuk berbagi perasaan dengan orang lain dalam suasana suka maupun duka, Kerjasama (cooperating). Yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain demi tercapainya suatu tujuan.

Cooperating biasanya saling menguntungkan, saling memberi, saling menolong dan menenangkan. Berderma (donating), yaitu kesediaan untuk memberikan secara sukarela sebagian barang miliknya kepada orang yang memerlukan, dan Jujur (honesty), yaitu kesediaan untuk melakukan sesuatu seperti apa adanya, tidak berbuat curang terhadap orang lain.

“Selain itu masih ada beberapa hasil penelitian terdahulu yang saya masukkan sebagai referensi dalam penelitian ini," ujar Laila.

Mahasiswa yang juga seorang ASN di Kemenkumham Kanwil Kalimantan Tengah ini menjelaskan, bahwa dirinya menggunakan definisi sosial sebagai paradigma penelitian di mana pendekatan penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan dilakukan secara alami. Laila menggunakan para aktivis OBH “Perkumpulan Sahabat Hukum” yang ada di Palangkaraya sebagai subyek penelitiannya untuk pengambilan data.

Pengambilan data dengan cara observasi, wawancara, dan pengambilan dokumentasi kegiatan mereka. “Agar data yang didapat bisa lebih akurat maka pengamatan saya lakukan dengan tekun, lalu diperkuat dengan cara triangulasi, juga dengan berdiskusi bersama para aktivis OBH Perkumpulan Sahabat Hukum,” kata Laila.
Tindakan Prososial OBH

Dari penelitian yang dilakukannya, Laila memfokuskan untuk menggambarkan bagaimana perilaku prososial aktivis pemberi bantuan hukum. Di mana pada bagian ini aspek-aspek perilaku prososial yang meliputi menolong, berbagi rasa, kerjasama, berderma dan bertindak jujur.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukannya berkaitan dengan aspek-aspek yang telah ia sebutkan, Laila mendapat beberapa temuan yang dimasukkan ke dalam beberapa tema seperti menolong. Di mana subyek yang sudah ia wawancarai berkata; “Sebenarnya kalau orang sudah tetap di bidang bantuan hukum, kalau dia sudah di organisasi OBH ya memang perlu di lihat sisi profesionalnya dan seorang advokat harus ada jiwa menolong, jadi kalau orang sudah masuk di OBH kalau ada orang yang bermasalah hukum dari masyarakat miskin secara gratis yang harus ditangani”.

Dari hasil wawancara salah satu subyek tersebut secara substansi Laila menerjemahkan bahwa advokat dalam aktivitas memang memiliki jiwa untuk memberikan bantuan kepada orang lain.  "Bantuan yang diberikan dari berbagai aktivitas advokat terutama berdasarkan kesadaran  kepada klien yang bermasalah," jelasnya.

Selanjutnya temuan tindakan berupa berbagi (Sharing) permasalahan yang ada pada klien memang harus diinformasikan dengan objektif supaya memunculkan solusi yang benar-benar adil dan dapat memberi ketenangan kepada klien. Kerjasama (cooperative),   Advokat yang bernaung di bawah OBH juga  melakukan kerjasama dengan OBH yang lain dalam geografis dan lingkungan tempat kerja di mana OBH tersebut berada.

Berderma (donating) Advokat sebagai penasehat maupun pendamping hukum klien yang tidak mampu, memiliki semangat untuk menyumbangkan segala sumber daya yang dimiliki. Jujur (honesty), masyarakat sangat sulit berbagi informasi dan masalah yang dialaminya, sehingga  aktivis OBH membuat program langsung turun ke lapangan untuk mengetahui secara jelas sengketa hukum baik perdata maupun pidana.
Makna Tindakan Prososial OBH Beri Pandampingan Hukum

Laila menjelaskan pemaknaan tindakan OBH dalam memberikan pendampingan dibagi dalam beberapa pemaknaan seperti Nilai-nilai kemanusiaan (Humanity Values). Pada dasarnya Pos Bantuan Hukum Pengadilan bukan semata-mata wadah atau ruangan bagi aktivis OBH memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat yang tidak mampu dan tidak mengerti hukum, melainkan juga menjalankan fungsi sosial lainnya yang mengacu pada tegaknya nilai-nilai negara hukum yang demokratis dan dihormatinya HAM.

Bantuan hukum untuk masyarakat miskin dan tidak mengenal hukum dalam perkara pidana tentunya dapat mempermudah mencapai keadilan sebab semakin memudahkan usaha-usaha seperti dipertahankan sistem peradilan yang berbasis masyarakat akar rumput karena rakyat didampingi untuk dibuat menjadi tahu hukum dan mengerti hukum sehingga dapat mengkritisi produk hukum yang ada.

Pemahaman (Understanding) dimana pemberi Bantuan Hukum dapat berperan secara aktif untuk menjelaskan dan membuat Penerima Bantuan Hukum mengerti tentang hak-hak, batasan-batasan maupun apa saja yang berguna bagi klien untuk meminta pertimbangan keringanan kepada majelis hakim. Melatih skill advokat dalam aspek pemahaman  yaitu melakukan bimbingan dan pengarahan.

Soal suka rela (Inventory Enhancement), Laila menjelaskan bahwa hasil penelitian pada bagian ini dapat dilihat bahwa pendirian OBH memiliki konsekuensi dengan labeling “gratis”.

Pada substansinya ketika mendirikan OBH maka di situ sudah ada niat dan nantinya akan diimplementasikan dalam tindakan nyata aktivis dalam membantu klien atas dasar kerelaan atau meminjam istilah bantuan hukum disebut probono.

Relasi sosial (Social Relation), rendahnya akses kelompok masyarakat miskin dan terpinggirkan terhadap mekanisme penyelesaian akibat sengketa berakibat pada lemahnya pengawasan terhadap jalannya proses penyelesaian masalah/sengketa hukum, baik yang diselesaikan melalui mekanisme hukum formal maupun non formal. Masyarakat memerlukan akses (Access for justice) sebagai penerima bantuan hukum, karena itu masyarakat memerlukan pengetahuan tentang jenis-jenis layanan bantuan hukum
Implikasi

Pada implikasi yang bersifat praktis yang berkaitan dengan temuan penelitian ini dapat pula dikemukakan bahwa pada dasarnya aktivis OBH di kota Palangka Raya. Di mana posisi keberadaan pada kondisi yang penuh kesadaran  yang dibentuk dari jiwa sosial dan tanggung jawab social di mana mereka punya pola pemikiran bahwa bila seseorang membentuk OBH, berarti orang tersebut harus melakukan pemberian hukum secara cuma-cuma  kepada masyarakat yang tidak mampu.

Bukan saja berorientasi untuk menjaring kasus hukum sebanyak-banyaknya. “Pandangan yang dimiliki dan sudah tertanam dalam pikiran para aktivis OBH, maka kalau ada pikiran klien dari kalangan tidak mampu harus membayar itu bukan aktivis OBH” ungkap Laila Rahmawati, mahasiswa yang sedang menempuh program Doktor Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). (dik)

Sumber: https://www.timesindonesia.co.id

Shared: