Tingkatkan Daya Saing Sumber Daya Manusia Melalui Kerjasama Beasiswa Bagi Mahasiswa Dari Negara Non Blok
11/07/2024 03:00
Berbicara masalah lingkungan berarti membicarakan tentang kehidupan manusia dan alam. Bumi dan alam yang semakin renta menuntut perilaku manusia untuk bersahabat dengan alam. Dengan demikian, pelestarian lingkungan sama artinya dengan menjamin keberlangsungan kehidupan manusia dan alam. Tidak heran belakangan ini, topik seputar pelestarian lingkungan menjadi concern para pemerhati dan berbagai kalangan, baik secara global maupun nasional. Sebagai rumah bersama, bumi memang perlu diselamatkan dari berbagai krisis lingkungan yang akhir-akhir ini semakin mendera. Sementara itu, agama sebagai pegangan hidup sebagian besar umat manusia, juga memberikan pedoman dalam hal pelestarian lingkungan hidup. Dalam agama, ditegaskan bahwa kerusakan alam ditimbulkan oleh ulah manusia yang tidak bertanggung jawab. Hal ini memberikan gambaran kepada kita akan pentingnya sikap peduli kepada lingkungannya. Sikap sadar lingkungan inilah yang menjadi titik tolak solusi krisis lingkungan yang terjadi pada saat ini.
Menyikapi hal ini, Mokhammad Hasbi membuat sebuah penelitian yang mengkaji seperti apa ekopesantren dan Upaya yang dilakukan membentuk sikap ekospiritual yang ada di pesantren, terlebih khusus di Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep. Mahasiswa program studi Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah ini berpendapat bahwa pesantren sebagai institusi pendidikan Islam di Indonesia diharapkan juga memberikan solusi kritis atas permasalahan lingkungan. Munculnya ekopesantren (pendidikan pesantren berbasis lingkungan) menjadi jawaban yang cukup menggembirakan atas permasalahan yang terjadi. Dengan memakai ciri khas masing-masing, banyak pesantren yang mulai bergerak dan menahbiskan diri sebagai pesantren yang peduli lingkungan dengan kegiatan ekopesantren.
Meskipun demikian, selama ini yang nampak ke permukaan perihal kajian tentang ekopesantren hanya melihat apa yang telah diperbuat pesantren bagi lingkungan dalam konteks infrastruktur fisik. Kajian yang mendeskripsikan tentang kegiatan ekopesantren yang berupaya membangun sikap ekospiritual belum terdeteksi. Kalaupun ada, bukanlah menjadi tujuan utama kajian. Padahal, bangunan ekopesantren bukan an sich menciptakan lingkungan pesantren yang hijau dan asri. Lebih dari itu, akan terbangun sikap ekospiritual (spiritualitas ekologi) pada warga pesantren, khususnya santri. Yaitu sebuah sikap yang mengacu pada “pertautan” antara agama, spiritualitas, dan lingkungan. Dalam hal ini menjadikan santri mempunyai interkoneksi dan interrelasi spiritual dengan Tuhannya melalui kegiatan pelestarian lingkungan berdasarkan ajaran Islam (environmentalisme Islam).
Urgensi Kegiatan Ekopesantren di Annuqayah
Melalui hasil penelitian yang telah dilakukan, Hasbi mendapati bahwa kemunculan kegiatan ekopesantren di Annuqayah secara teologis dan filosofis, disebabkan adanya perspektif Annuqayah terhadap pelestarian lingkungan yang didasari oleh prinsip-prinsip dasar agama Islam tentang pelestarian lingkungan. Konsistensi pesantren tersebut dalam pelestarian lingkungan dapat dilihat dari jejak-jejak sejarah yang menyatakan bahwa kegiatan lingkungan sebenarnya sudah ada sejak Annuqayah berdiri lebih dari satu abad silam. Kesejarahan lingkungan hidup para pendahulu Annuqayah, juga dilandasi oleh kenyataan bahwa mereka hidup di sebuah tempat yang secara geografis, agronomik-sosiologik kurang menguntungkan (latar belakang agronomik-sosiologik). Dari segi agronomik, daerah Guluk-Guluk tempat Annuqayah berada adalah wilayah yang tandus nan kering, berupa tanah tegalan dan berkapur. Dapat ditebak bahwa kondisi geografis itu mengindikasikan daerah yang minus sumber daya alam, terutama air. Kondisi lahan yang tidak menguntungkan itu berimbas pada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang juga kurang baik dan berpenghasilan rendah.
Hasbi juga mengungkapkan di masaa selanjutnya, kegiatan ekopesantren di Annuqayah merupakan manifestasi dari latar belakang pengembangan pendidikan Islam dan dakwah Islam. Hal ini mengisyaratkan bahwa pesantren tersebut secara sadar dan sistematis menjadikan aktivitas peduli lingkungan sebagai sarana pengembangan pendidikan Islam dan dakwah Islam. Harapannya adalah membentuk warga pesantren untuk menjawab tantangan kekinian, sebagai kader ulama yang intelektual, yang faqih dan mampu menjadi intelektual yang solutif dalam menghadapi tantangan dan kehidupan kemanusiaan, termasuk problematika lingkungan.
Penerapan Kegiatan Ekopesantren dalam Upaya Membentuk Sikap Ekospiritual
Di Annuqayah, kebijakan dan program ekopesantren dipusatkan pada dua hal, yaitu kegiatan konservasi lingkungan dan penanggulanagan sampah. Program konservasi kecenderungannya berupa pemanfaatan, pengelolaan lahan-lahan kritis di sekitar pesantren dan desa-desa sekitar pesantren dengan tanaman keras maupun lunak. Hal ini dimaksudkan di samping sebagai upaya penghijauan dan membangun resapan air, juga menjadi sumber daya ekonomi bagi pesantren dan masyarakat sekitar (economic empowerment).
Sejak di tahun 2000-an, masalah ekologi di Annuqayah dihadapkan pada persoalan sampah. Hal ini dikarenakan junlah santri yang makin besar, yang akan menimbulkan potensi sampah yang besar. Banyak hal yang dilakukan untuk menanggulangi permasalahan ini, dengan berpijak kepada teori dan konsep 3R (Reuse, Reduce, Recycle), terutama untuk meminimalisir efek negatif sampah plastik. Beberapa program itu seperti menyosialisasikan dan menggalakkan kegiatan tanpa sampah plastik (KTSP), pemilahan sampah organik dan non organik, proses mendaur ulang, pembuatan pupuk organik, pendirian bank sampah, dan lain sebagainya.
Selain itu kegiatan ekospesantren di Annuqayah didukung oleh beberapa pihak kelembagaan yang ada dalam lingkungan Annuqayah yang juga mempunyai komunitas lingkungan. Di antara lembaga-lembaga itu, ada beberapa program dan implementasi kegiatan ekopesantren yang mempunyai kesamaan aktivitas, namun banyak pula yang mempunyai diferensiasi program dan aktivitas berdasar fungsi dan kepentingan lembaga-lembaga terkait. BPM PPA misalnya, meskipun banyak kegiatan atau aktivitasnya yang diadopsi oleh lembaga-lembaga atau komunitas lingkungan lainnya, namun hal itu tidak bisa mengurangi kiprah ekologisnya, karena jangkauan dan luasnya wilayah serta banyaknya program yang menjadi garapannya. Lembaga-lembaga lainnya gerakannya lebih bersifat internal di lingkungan Annuqayah, meskipun tetap membuka peluang kerja sama eksternal dengan kelompok-kelompok masyarakat lainnya.
Sedangkan strategi untuk menanamkan ajaran dan nilai-nilai Islam dalam kegiatan ekopesantren di Annuqayah Hisbi menjelaskan kegiatan tersebut dilakukan dalam berbagai bentuk seperti pengembangan kegiatan ekopesantren melalui kegiatan ekstrakurikuler berbasis lingkungan, kebijakan partisipatif, pembinaan ekoliterasi, penerapan green lifestyle, melalui karisma dan keteladanan kiai, reward and punishment, integrasi kurikulum pendidikan lingkungan hidup (PLH), serta tak kalah pentingnya melalui pengajian kitab-kitab turats yang menjadi ciri khas pesantren seperti Annuqayah. Sehingga ghirah santri terhadap kegiatan ekopesantren akan terus terjaga.
Implikasi Kegiatan Ekopesantren dalam Membentuk Sikap Ekospiritual
Dari penelitiannya ini Hasbi merumuskan dua implikasi yang ditimbulkan dari kegiatan ekopesantren di Annuqayah, dimana berkembangnya “konsientisasi” lingkungan (environmental conscientization) dan tumbuhnya aktivisme lingkungan (environmental activism) santri. Konsientisasi dimaknai sebagai bentuk dari kesadaran kritis yang mampu menanggapi persoalan-persoalan yang mendera lingkungan. Sedangkan perilaku lingkungan ruang publik santri dalam masalah lingkungan dapat dicontohkan dari kesadaran santri, paling tidak ikut berkontribusi melakukan penghijauan di perbukitan, ikut memelihara tanaman yang ada di halaman asrama atau halaman sekolah, serta aktivitas lainnya.
Berkembangnya konsientisasi lingkungan santri tidak terlepas dari penanaman prinsip atau ajaran Islam tentang lingkungan yang terus dilakukan secara simultan. Dalam ajaran Islam sudah terkumpul nilai-nilai, keyakinan, dan norma-norma dalam interaksi dengan alam dan lingkungan.
Selain berkembangnya konsientiasi lingkungan santri, juga di tandai dengan tumbuhnya aktivisme lingkungan santri. Tumbuhnya aktivisme lingkungan santri tidak terlepas dari terbentuknya konsientisasi kepedulian santri terhadap lingkungan, buah dari nilai-nilai (values) agama dalam membentuk konstruks keyakinan (beliefs). Sehingga memunculkan paradigma ekologi baru (PEB). Perilaku itulah yang dikenal sebagai aktivisme lingkungan (environmental activism), dan melembaga dalam perilaku ruang publik non-aktivis (non-activist public-sphere behavior), perilaku ranah pribadi (private-sphare behavior), dan perilaku dalam organisasi (behaviors in organizations).