Implementasi Metode Baca Dalam Pembelajaran Qiraat Sab'ah

Ilmu qiraat adalah salah satu bidang keilmuan yang perlu diperdalam untuk mempelajari Al-Qur’an. Uṯman bin Affan mendorong untuk menyusun Al-Qur’an dalam satu mushaf karena adanya perbedaan pendapat para sahabat dalam qirā’āt. Ia menekankan bahwa pengetahuan ini sudah mulai berkembang sebelum menyatukan umat Islam pada satu mushaf. Perkembangan metode pengajaran dan pembelajaran qirā’āt dapat dilihat melalui perkembangan buku literasi yang disusun dalam ilmu qirā’āt. Salah satu qira’at yang penting dalam mempelajari Al-Qur’an adalah Ilmu qirā’āt sab‘ah. Fenomena yang ada adalah kemampuan umat Islam atau santri dalam mempelajari qirā’āt sangat lemah. Salah satu buktinya adalah tidak banyak orang yang menguasai qirā’āt sab‘ah. Hal ini dikarenakan metode yang tidak efisien dan efektif sehingga membuat orang cepat bosan. Selain itu, mempelajari Qirā’āt membutuhkan waktu yang lama.

Qirā’āt adalah suatu ilmu yang dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana cara mengucapkan kata-kata dalam Al-Qur’an dan bagaimana cara memenuhinya apakah itu ittifaq (sepakat) atau Ikhtilaf (berselisihan) dan berdasandarkan kepada para perawi Al-Qur’an. Qirā’āt ini penting karena narasi yang kuat tentang cara membaca Al-Qur’an. Selama ini banyak pelajar qirā’āt yang belajar secara biasa saja tidak berkualitas, menjadi sulit dan membuang-buang waktu dalam mempelajarinya. Jika hal ini dibiarkan terus menerus, maka pembaca qirā’āt sab‘ah akan hilang. Melihat akan hal tersebut membuat Othman Bin Hamzah, salah satu mahasiswa Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang mengkaji seperti apa implementasi pembelajaran qira’at dalam sebuah penelitian disertasi. Penelitian yang bertujuan untuk mengkaji bagaimana mengkaji implementasi, hasil, serta seberapa efektif pembelajaran Qira’at yang berfokus ke Qira’at Sab’ah ini dilakukan di Ma’had Tahfiz Ismail (MTI) yang merupakan salah satu Lembaga pembelajaran Al-Qur’an yang menggunakan metode tersendiri dalam mempelajari Qirā’āt yang disebut BACA  (Belajar Ilmu Qira’at secara Amali) yang berlokasi ada di Kuala Lumpur, Malaysia.

Metode BACA ini digunakan untuk belajar qirā’āt karena beberapa hal. Pertama, metode ini dapat memudahkan siswa dalam mempelajari Qirā’āt dengan senang. Kedua,  metode ini merupakan metode latihan tanpa matan. Ketiga, berdasarkan data dari siswa MTI dapat dilihat qārī’ keluaran MTI dapat membaca qirā’āt. Ilmu qirā’āt merupakan mata pelajaran yang dipelajari di lembaga-lembaga tahfiz Al-Qur’an tertentu di Malaysia. Mata pelajaran qirā’āt menjadi sebuah kesatuan integral dari kurikulum tahfiz Al-Qur’an, khususnya di lembaga-lembaga tahfiz yang tersebar di berbagai daerah di Malaysia. Akhir-akhir ini tahfiz Al-Qur’an menjadi perhatian utama di Malaysia. Mata pelajaran tahfiz sudah masuk dalam ujian tingkat menengah Sertifikat Pelajaran Malaysia

Melalui beberapa pendekatan ke guru-guru MTI yang sudah dilakukan serta data yang didapat, Othman menemukan bahwa Implementasi metode “BACA” dapat meningkatkan penguasaan pembelajaran Qirā'āt Sab'ah. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis akan soal-soal sebanyak 53 soal yang diberikan kepada siswa dalam penelitian tersebut yang meningkat dalam pembelajaran Qira’at.

Analisis deskreptif kompetensi siswa secara keseluruhan, tahap Kompetensi siswa, analisis deskriptif pada tahap ini meliputi mean sebesar 3,8 dengan standar deviasi 0,67 yang diertikan sebagai Tinggi. Dan dari deskriptif statistik antara penguasaan soal qirā'āt dengan kompetensi disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penguasaan soal Qirā'āt Sab’ah dengan kompetensi siswa setelah dipraktekkan metode “BACA”. Sementara dari deskriptif statistik penguasaan soal qirā'āt, disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penguasaan soal qirā'āt dengan inat dan Sikap Siswa setelah dipraktekkan metode “BACA”

Dari sisi efektifitas didapati bahwa dari 53 soal yang diberikan kepada 27 siswa yang menggunakan metode “BACA” untuk menilai penguasaan Qirā'āt Sab’ah nya. Mean keseluruhan ketuntasan qirā'āt siswa pada tingkat Sangat Tinggi adalah 4,46 dengan standar deviasi 0,3. Begitu pula ketika deskriptif dibuat menurut bab, kebanyakan meannya Sangat Tinggi. Dan Dari deskriptif statistik antara penguasaan soal Qirā'āt Sab’ah dengan keefektivitas disimpulkan bahwa ada signifikan antara penguasaan soal Qirā'āt Sab’ah dengan keefektivitas setelah dipraktekkan metode “BACA”.

Adapun Othman menyatakan proposisi sebagai berikut “Apabila metode “BACA” diperaktikkan dengan baik dan benar dalam pembelajaran Qirā'āt Sab’ah dapat meningkatkan kompentensi siswa dan menjadi metode efektif.” Ujarnya.

Tak hanya meneliti, Othman pun berharap kepada beberapa pihak seperti peneliti berikutnya agar dapat melakukan penelitian di semua ma’had dengan subjeck penelitian Qira’at demi kemajuan pembelajaran Qira’at. Selain itu ia juga memberikan saran dimana perlunya pembelajaran dua arah diterapkan untuk mendorong keaktifan siswa-siswa, atau siswa-ke-dosen, keterlibatan dalam kuis dan diskusi. Pembelajaran dan pengajaran harus berpusat pada siswa sehingga mereka terlibat aktif dalam membaca dan menyampaikan qiraat.

Shared: