Tingkatkan Daya Saing Sumber Daya Manusia Melalui Kerjasama Beasiswa Bagi Mahasiswa Dari Negara Non Blok
11/07/2024 03:00
Setiap orang ketika menginjak usia dewasa menghadapi tekanan keluarga dan masyarakat untuk menikah dan berkeluarga. Oleh sebab itu tidak sedikit orang merasa tertekan untuk segera mencari dan memilih pasangan hidup dan berumah tangga. Di sisi lain setiap orang yang mengalami pertumbuhan normal menginjak usia remaja, dalam dirinya berkembang perasaan untuk menjalin hubungan asmara dengan lawan jenis, menuju relasi perkawinan dengan pasangan hidup atau hubungan suami istri dalam sebuah rumah tangga.Maka komunikasi dengan pilihan calon pasangan hidupnya berlangsung di dalam momen pra nikah atau yang biasa disebut hubungan atau relasi berpacaran. Komunikasi dengan pasangannya berlangsung dalam rangka untuk memahami keadaan diri pasangan berpacarannya, dengan harapan pasangan berpacarannya sesuai dengan kriteria untuk dilanjutkan ke jenjang perkawinan dan menjadi teman hidup berumah tangga.Namun ketika menjalani kehidupan bersama dengan pasangannya di dalam rumah tangga sejumlah permasalahan berkembang. Interaksi dengan pasangannya menampakkan sebagian karakter diri pasangannya, yang ketika masih berpacaran belum dipahaminya. Komunikasi yang berlangsung di dalam momen relasi berpacaran belum menghasilkan pengetahuan yang cukup tentang diri pasangannya.
Apakah akibat desakan keluarga atau masyarakat sehingga terdorong untuk secepatnya melangsungkan perkawinan, atau akibat gairah asmara yang mengganggu konsentrasinya dalam upaya memahami secara teliti dan obyektif diri pasangannya, sehingga komunikasi kurang efektif dalam mendapatkan pemahaman tentang diri pasangannya. Akibat lebih lanjut, beberapa hal tentang diri pasangannya belum cukup dipahami, kesepahaman tentang langkah-langkah menjalani hidup bersama dalam rumah tangga juga tidak terkomunikasikan ketika masih dalam status berpacaran.
Di dalam masyarakat Jawa, terdapat nilai-nilai yang menarik berkait dengan relasi antara laki-laki dan perempuan pada umumnya, juga berkait dengan relasi antara suami dan istri pada khususnya. Dalam masyarakat Jawa terdapat nilai atau budaya patriarki, di mana posisi suami diletakkan di atas posisi istri. Di dalam masyarakat Jawa juga dikenal nilai kesantunan terhadap sesama terlebih ke orang yang posisi sosialnya lebih tinggi (termasuk istri ke suami), menyukai keharmonisan dan tidak menyukai konflik. Namun proses modernisasi telah menggerus sebagian nilai-nilai itu. Meskipun demikian, modernisasi tidak menyingkirkan seluruh nilai tradisi. Atas dasar tersebut Farid Rusman, mahasiswa program Doktor Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang tertarik untuk meneliti komunikasi dan struktur relasi antara suami dan istri pada pasangan perkawinan yang berlatar belakang suku Jawa modern.
Dalam memahami fenomena yang diteliti, Farid menjelaskan bahwa ia menggunakan 3 konsep teori dimana yang pertama adalah teori Penetrasi Sosial untuk memahami fenomena komunikasi antarpribadi dan perkembangnya relasi antar pribadi antara suami dan istri, lalu teori Pertukaran Sosial untuk memahami proses negosiasi dalam komunikasi untuk menyepakati kelanjutan relasi dan pembagian kerja dalam rumah tangga antara suami dan istri. Dan Teori ketiga adalah teori istri, di mana struktur relasi baru yang disepakati berdua suami-istri menentukan juga komunikasi antarpribadi di antara mereka.
Melalui penelitiannya, Farid mendapati bahwa Komunikasi yang berlangsung di masa hubungan berstatus sebagai hubungan berpacaran, berlangsung lancar seolah komunikasi telah menghasilkan seperangkat pengetahuan tentang diri pasangannya, sehingga seolah seperangkat pengetahuan tentang diri pasangannya yang telah diperolehnya telah tercukupi untuk meningkatkan status hubungannya ke hubungan berstatus suami-istri. Memasuki jenjang hubungan perkawinan, menjalani kehidupan berkeluarga dan berumah tangga bersama pasangannya, seperti menjalani kehidupan yang bersifat lebih nyata di mana sejumlah persoalan kongkrit hadir di dalam kehidupan bersama mereka, termasuk persoalan keterbatasan ekonomi secara nyata mengganggu hubungan dengan pasangannya.
Temuan lain yang ia dapati adalah adanya kendala komunikasi yang menjadi lebih sulit dilakukan karena beban permasalahan hidup terasa nyata di dalam diri masing-masing individu baik suami atau istri, membuat suasana emosionalnya menjadi lebih sensitif dan selanjutnya amarah menjadi mudah tersulut dan mengakibatkan berkembangnya konflik dan memicu permusuhan. Permusuhan sebagai akibat kesulitan berkomunikasi tersebut bersifat sepihak dalam arti satu pihak saja yang memusuhi pihak lainnya. Bila pangkal persoalan adalah persoalan keterbatasan atau kekurangan ekonomi atau finansial, pihak istri yang secara sepihak mengmbangkan hubungan permusuhan. Masih adanya anggapan bahwa tanggungjawab ekonomi keluarga ada pada pihak suami.
Upaya perdamaian, mengakhiri hubungan permusuhan, dilakukan dengan tindakan komunikatif dengan menyertakan pesar permintaan maaf dari pihak suami ke pihak istri. “Dari hasil penelitian ini “teori maaf” tersebut terbukti efektif untuk memulihkan hubungan yang sempat luka,” ujar Farid.
Negosiasi di dalam komunikasi dilakukan untuk menyepakati beberapa hal dilakukan dengan membuat kesepakatan dalam berbagi kewenangan dan tanggung jawab terkait pengelolaan pekerjaan rumah tangga termasuk pembagian wilayah tanggung jawab di dalam rumah, berlangsung lancar tanpa melalui negosiasi yang berbelit. Sementara negosiasi untuk menyepakati persoalan yang bersumber dari permasalahan ekonomi, tidak semudah tercapainya kesepakatan berkait hal-hal yang telah disebutkan. Farid mendapati negosiasi dilakukan dengan menyertakan pesan komunikasi berupa “janji perbaikan keadaan” yang disampaikan kepada pihak istri.
Latar belakang budaya keluarga orang tua turut menjadi sumber nilai untuk dibawa ke dalam keluarga barunya bersama pasangan hidupnya. Namun di dalam penelitiannya, para suami seperti mengabaikan pola struktur hubungan suami-istri di lingkungan orangtuanya, dan berupaya mengembangkan struktur hubungan dengan istrinya tidak seperti struktur hubungan kedua orang tua mereka. Para istri mencoba mengomunikasikan ke suaminya namun tidak berhasil menjadikan pola struktur hubungan suami-istri seperti yang terbentuk di dalam struktur hubungan suami-istri kedua orangtuanya.
Melalui penelitian dengan tema komunikasi perkawinan, yang di dalam literatur lazim disebut Communication in Marriage Farid berharap kedepanya ia bisa menjadi ahli di dalam penelitian dengan tema ini. Dirinya meminati kajian dengan tema komunikasi perkawinan sejak dari jenjang pendidikan S2 telah dia tempuh, berlanjut ke beberapa penelitian independen dan ke penelitian disertasinya ini.