Dosen Sosiologi UMM Soroti Kasus Pornografi sebagai Kasus Sosiologis yang Serius
10/01/2025 02:44
TIMESINDONESIA, MALANG – Penelitian ini secara kajian sosiologis membahas bagaimana mahasiswa di Kota Bengkulu memahami, merespons, dan membentuk persepsi mereka terhadap fenomena information disorder yang terjadi di media sosial. Information disorder adalah istilah yang mengacu pada penyebaran informasi palsu, menyesatkan, atau tidak akurat, yang semakin marak terjadi di era digital.
Penelitian ini bertujuan untuk memahami konstruksi sosial mahasiswa atas information disorder pada pemberitaan tentang pemilihan presiden 2024 di media sosial. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, buku ini memaparkan temuan-temuan yang diperoleh melalui teknik wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini melibatkan 15 orang mahasiswa ilmu komunikasi sebagai subyek.
Hasil penelitian yang di dapatkan dalam buku ini menunjukkan tindakan yang tidak sesuai dengan realita yang didapatkan antara pengetahuan yang dimiliki oleh mahasiswa dengan praktik yang dilakukan sehari-hari dalam menggunakan media sosial. Meskipun mahasiswa memiliki pengetahuan yang cukup mengenai information disorder yang didapatkan dari pertemuan ilmiah, lingkungan sosial dan media sosial, realita nya terjadi hambatan dimana mahasiswa masih mempercayai pemberitaan hoaks yang tersebar di media sosial, bahkan mahasiswa tidak hanya menjadi korban tetapi juga menjadi pelaku terhadap penyebaran hoaks.
Penelitian mengenai konstruksi sosial mahasiswa kota Bengkulu atas information disorder pada pemberitaan di media sosial menunjukkan adanya beberapa faktor dominan yang berkonstribusi terhadap pengetahuan mahasiswa tentang information disorder pada pemberitaan politik pemilihan presiden tahun 2024 di Indonesia seperti tingkat literasi yang berbeda, perbedaan dalam nilai dan norma di lingkungan sosial dan efektivitas dalam pertemuan ilmiah.
Temuan-temuan penelitian ini dianalisis menggunakan teori konstruksi sosial Peter L Berger dan Thomas Luckmann. Teori ini memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi dari pengetahuan yang didapatkan mahasiswa melalui pertemuan ilmiah, lingkungan sosial dan media sosial dalam berinteraksi dengan struktur sosial yang lebih besar, seperti nilai-nilai tradisional pada lingkungan sosial, kebiasaan di lingkungan keluarga, dan tingkat pendidikan.
Dialektika Berger mengungkapkan bahwa perubahan sosial tidak terjadi dalam ruang hampa, melainkan dipengaruhi oleh hubungan dialektis antara pengetahuan baru yang diterima dan kebiasaan lama yang lebih dominan dalam masyarakat. Ketegangan muncul antara pengetahuan yang didapatkan dari pertemuan ilmiah dan pengetahuan yang didapatkan dari lingkungan sosial keluarga.
Seperti masih berlaku sistem patriarki yang menjadikan mahasiswa tidak berani untuk membantah setiap informasi yang diberikan oleh ayah sebagai kepala keluarga meskipun informasi ini tidak berdasarkan fakta yang tepat. Asimetri dalam akses terhadap informasi dan dukungan sosial semakin memperburuk situasi ini, di mana lingkungan sosial mahasiswa yang berasal dari desa dengan status sosial ekonomi rendah lebih terbatas dalam mendapatkan literasi digital dan media.
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan penelitian, serta kerangka teori konstruksi sosial dari Peter L Berger dan Thomas Luckmann yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka dapat dirumuskan proposisi tentang Konstruksi Sosial Mahasiswa Kota Bengkulu atas information disorder pada pemberitaan di media sosial seperti :
1. yang pertama proses eksternalisasi mahasiswa atas realitas obyektif yang berupa information disorder pada pemberitaan di media sosial dilatarbelakangi oleh kerangka pikir kritis sebagai hasil atau output dari proses dialektik antara lingkungan keluarga, lingkungan sosial, dan keterlibatan mahasiswa tersebut dalam aktivitas literasi media.
2. Kedua, kerangka pikir kritis atas information disorder pada media sosial merupakan modal simbolik dalam proses obyektivasi diri mahasiswa di satu sisi, dengan realitas sosio-kultural di sisi lain, sehingga terbentuk jaringan interaksi intersubyektif mahasiswa dengan lingkungannya.
3. Ketiga, Kontinuitas interaksi intersubyektif mahasiswa dengan lingkungan sosialnya yang mengangkat atau membawa hasil pemikiran kritis atas information disorder pada pemberitaan di media sosial akan terakumulasi ke dalam proses internalisasi diri mahasiswa.
4. Keempat, konstruksi sosial mahasiswa atas information disorder pada pemberitaan di media sosial akan terus berlangsung secara dialektik, dinamis, dan terus menerus melalui momen eksternalisasi, obyektivasi, internalisasi, sosialisasi, dan re-sosialisasi, sehingga hasil konstruksi sosial tersebut bergerak seluas ruang rasionalitas kritis yang dimiliki oleh mahasiswa.
Penelitian ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana generasi muda, khususnya mahasiswa di Kota Bengkulu, berinteraksi dengan informasi di era digital yang penuh tantangan.
Berdasarkan temuan penelitian tentang konstruksi sosial mahasiswa Kota Bengkulu terhadap information disorder di media sosial, berikut adalah beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan untuk menghindari dan mengurangi penyebaran informasi yang menyesatkan seperti mengutamakan “saring sebelum sharing”, hal ini dapat membantu mahasiswa dalam menemukan informasi dengan fakta yang tepat dan dapat menjalani tugas mahasiswa sebagai agent of change pada lingkungan sekitar.
Pada pertemuan ilmiah melalui forum akademis, dapat dilakukan upaya-upaya seperti mengadakan diskusi berkala tentang literasi media dan kemampuan berpikir kritis di kalangan mahasiswa dengan menghadirkan narasumber ahli yang dapat memberikan pemahaman mendalam tentang fenomena information disorder, membuat pelatihan praktis tentang cara mengidentifikasi dan memeriksa kebenaran informasi yang beredar di media sosial. Pada lingkungan sosial, pengembangan kesadaran dapat dilakukan melalui peran oleh mahasiswa sebagai agen perubahan dalam keluarga, berbagi pengetahuan yang diperoleh dari kampus secara perlahan dan sopan serta mahasiswa dapat mengintegrasikan pengetahuan baru yang didapat dari perteuan ilmiah dengan nilai-nilai tradisional yang dipegang keluarga.
Tantangan utama dalam konteks ini adalah mengubah pola pikir tanpa menimbulkan konflik atau resistansi. Kunci keberhasilannya terletak pada kesabaran, penghormatan terhadap struktur sosial yang ada, dan pendekatan bertahap yang membangun kepercayaan keluarga. Mahasiswa perlu menjadi teladan yang menunjukkan bahwa berpikir kritis tidak berarti melawan tradisi, melainkan cara untuk melindungi dan memberdayakan keluarga di era informasi yang kompleks. Dengan menerapkan pendekatan komprehensif yang melibatkan aspek akademis, sosial, dan digital, diharapkan mahasiswa Kota Bengkulu dapat menjadi agen perubahan dalam mencegah penyebaran informasi yang menyesatkan.
****) Oleh: Mely Eka Karina, Mahasiswa Program Doktor Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang.