Konstruksi Sosial Perempuan Atas Penanggulangan Stunting Di Kelurahan Durian Depun Kecamatan Merigi Kabupaten Kepahiang

TIMESINDONESIA, MALANG – Buku ini merupakan hasil dari penelitian yang bertujuan untuk memahami konstruksi sosial perempuan dalam penanggulangan stunting di Kelurahan Durian Depun, Kecamatan Merigi, Kabupaten Kepahiang. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, buku ini memaparkan temuan-temuan yang diperoleh melalui teknik wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini melibatkan sembilan ibu yang memiliki anak stunting, serta berbagai informan lainnya, yaitu tim percepatan penanggulangan stunting, Bidan Kelurahan, Ahli Gizi, suami, keluarga, dan anak-anak yang terdampak stunting.

Hasil penelitian menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara pengetahuan yang dimiliki perempuan dan praktik yang mereka jalankan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun perempuan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai pentingnya ASI eksklusif, penerapannya sering terhambat oleh beberapa faktor, yaitu persepsi negatif terhadap efektivitas ASI, kurangnya dukungan keluarga, serta pengaruh tradisi dan mitos lokal. Selain itu, meskipun penyuluhan mengenai pentingnya gizi telah diberikan, perempuan masih menghadapi hambatan besar, seperti ketidakpastian dalam menerima intervensi kesehatan, keterbatasan finansial, dan kebiasaan pola makan yang monoton akibat pengaruh tradisi.

 

Buku ini juga mengungkapkan bahwa dalam konteks pola asuh, banyak perempuan yang lebih memilih pola asuh non-paksaan dan sering kali mengabaikan prinsip-prinsip pengasuhan yang sesuai dengan standar medis. Selain itu, kebersihan anak dan penyediaan lingkungan yang sehat juga menjadi tantangan besar, karena terbatasnya lahan, kebiasaan buruk dalam kebersihan rumah, dan faktor ekonomi. Partisipasi perempuan dalam kegiatan posyandu masih rendah, disebabkan oleh prioritas kegiatan rumah tangga yang lebih mendesak, kurangnya minat terhadap program Keluarga Berencana (KB), serta kelalaian dalam mengikuti jadwal imunisasi.

Temuan-temuan penelitian ini dianalisis menggunakan teori konstruksi sosial Berger. Teori ini memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi pengetahuan medis yang diterima perempuan di Desa Durian Depun berinteraksi dengan struktur sosial yang lebih besar, seperti norma budaya, tradisi keluarga, dan kondisi sosial-ekonomi yang ada. Dialektika Berger mengungkapkan bahwa perubahan sosial tidak terjadi dalam ruang hampa, melainkan dipengaruhi oleh hubungan dialektis antara pengetahuan baru yang diterima dan kebiasaan lama yang lebih dominan dalam masyarakat. Ketegangan muncul antara pengetahuan medis yang didapatkan melalui penyuluhan kesehatan dan norma budaya yang kuat, seperti kebiasaan memberikan madu pada bayi. Asimetri dalam akses terhadap informasi dan dukungan sosial semakin memperburuk situasi ini, di mana perempuan dengan status sosial-ekonomi rendah lebih terbatas dalam menerapkan pengetahuan medis karena hambatan sosial-ekonomi dan kurangnya dukungan keluarga.

 

Proses internalisasi pengetahuan medis juga tidak berjalan mulus. Perempuan dengan akses lebih besar terhadap pendidikan dan dukungan keluarga lebih mampu mengaplikasikan pengetahuan yang diterima, sementara perempuan dengan keterbatasan sosial-ekonomi menghadapi kesulitan dalam perubahan perilaku. Ketegangan antara pengetahuan medis dan realitas sosial-ekonomi ini menciptakan ketidaksetaraan dalam penerapan pengetahuan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan perubahan yang lebih komprehensif, yang tidak hanya dilakukan melalui penyuluhan medis, tetapi juga dengan mengubah struktur sosial yang lebih luas dan meningkatkan dukungan keluarga serta akses terhadap sumber daya ekonomi.

Berdasarkan temuan yang ada, buku ini menemukan empat proposisi utama dalam proses konstruksi sosial perempuan terhadap penanggulangan stunting. Pertama, proses eksternalisasi perempuan terhadap realitas objektif tentang stunting dipengaruhi oleh realitas subjektif mereka, dukungan keluarga, dan pengaruh tradisi serta mitos lokal. Kedua, pemikiran kritis perempuan mengenai gizi anak menjadi sumber daya sosial dalam proses objektivasi yang membentuk jaringan interaksi sosial yang mempengaruhi penerapan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, dinamika interaksi sosial perempuan dengan lingkungan sosial mereka menghasilkan pemikiran yang akhirnya terinternalisasi, meskipun penerapannya terbatas oleh ketidakpastian, keterbatasan finansial, dan pengaruh tradisi. Keempat, konstruksi sosial perempuan mengenai penanggulangan stunting berkembang secara dialektik melalui tahapan eksternalisasi, objektivasi, internalisasi, sosialisasi, dan re-sosialisasi, seiring dengan berkembangnya pemikiran kritis perempuan dalam menghadapi tantangan sosial-ekonomi dan budaya.

Sebagai tindak lanjut dari temuan-temuan ini, penulis memberikan beberapa saran untuk meningkatkan upaya penanggulangan stunting yang lebih efektif. Di antaranya adalah peningkatan edukasi dan penyuluhan mengenai ASI eksklusif, gizi seimbang, serta pola asuh yang sesuai dengan budaya lokal; memperkuat dukungan keluarga, terutama suami dan keluarga besar, dalam praktik penanggulangan stunting; penguatan peran perempuan dalam pengambilan keputusan kesehatan keluarga; peningkatan akses terhadap gizi berkualitas dengan harga yang terjangkau; serta mendorong kolaborasi antara berbagai stakeholder untuk memastikan upaya penanggulangan stunting dapat dilaksanakan secara efektif dan berkelanjutan.

****) Oleh: Linda Safitra, Mahasiswa Program Doktor Sosiologi  Universitas Muhammadiyah Malang.

Shared: