Maulid Nabi di Natuna: Tradisi Lokal Menjadi Sarana Internalisasi Nilai

TIMESINDONESIA, MALANG – Kecamatan Pulau Tiga Barat di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, dikenal dengan perayaan tradisi Maulid Nabi yang unik dan meriah. Berbeda dengan perayaan di daerah lain yang biasanya terbatas pada ceramah agama dan makan bersama.

Tradisi ini telah berlangsung sejak tahun 1991 dan melibatkan pemotongan sapi, pawai taaruf, pembacaan kitab Al-Barzanji, hingga pemotongan rambut bayi.

Tradisi ini tidak hanya menjadi ajang sosial budaya, tetapi juga sarana efektif untuk menginternalisasikan nilai-nilai pendidikan Islam kepada masyarakat, sebagaimana diungkapkan dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Tirtayasa.

Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa program Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah malang ini pada bagaimana tradisi Maulid di Kecamatan Pulau Tiga Barat berfungsi sebagai media pembelajaran nilai-nilai pendidikan Islam.

Dalam wawancara dengan berbagai tokoh masyarakat, agama, dan adat setempat, ditemukan bahwa meski sebagian masyarakat tidak sepenuhnya memahami simbol-simbol yang ada, tradisi ini tetap berlangsung dengan meriah dan harmonis.

Tidak ada konflik antara agama dan budaya dalam pelaksanaan Maulid, karena tradisi ini didukung oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh agama, tokoh adat, dan pemerintah.

Internalisasi Nilai Pendidikan Islam

Menurut Tirtayasa yang menggunakan pendekatan kualitatif etnografi, tradisi Maulid di Kecamatan Pulau Tiga Barat memiliki peran penting dalam proses internalisasi nilai-nilai pendidikan Islam.

Peneliti menemukan bahwa nilai-nilai seperti akidah, ibadah, dan akhlak secara bertahap ditanamkan melalui tiga tahap utama yang merujuk pada teori internalisasi nilai yang dikemukakan oleh Muhaimin dan Thomas Lickona.

Pada tahap pertama, transformasi, adalah proses di mana jamaah diperkenalkan dengan nilai-nilai Islam melalui penjelasan yang diberikan oleh narasumber tentang kegiatan Maulid.

Misalnya, pembacaan Al-Barzanji yang dilakukan dalam acara tersebut bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga sebagai sarana untuk memperkenalkan jamaah kepada sosok Nabi Muhammad dan teladannya.

Tahap kedua, transaksi, melibatkan komunikasi timbal balik antara panitia dan jamaah. Dalam tahap ini, nilai-nilai yang disampaikan mulai meresap ke dalam perasaan jamaah.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh jamaah kepada narasumber, serta amalan yang ditunjukkan oleh panitia dalam bentuk contoh nyata, menjadi media penting untuk memperdalam pemahaman nilai-nilai tersebut.

Tahap terakhir, transinternalisasi, adalah proses di mana nilai-nilai pendidikan Islam yang dipelajari diterapkan dalam tindakan sehari-hari.

Keteladanan yang ditunjukkan oleh panitia dan petugas dalam berpakaian, berbicara, dan bersikap selama perayaan Maulid berfungsi sebagai model bagi masyarakat untuk menerapkan nilai-nilai yang telah dipelajari.

Selain itu, pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan dalam tradisi ini, seperti gotong royong dan berbagi berkat, memperkuat internalisasi nilai dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Budaya dan Agama yang Berjalan Seiring

Salah satu temuan penting dari penelitian ini adalah harmonisnya hubungan antara tradisi lokal dan ajaran Islam, tradisi Maulid di Kecamatan Pulau Tiga Barat bukan hanya sekadar warisan budaya, tetapi juga sarana untuk memperkuat nilai-nilai keagamaan. Tradisi ini berjalan selaras dengan ajaran Islam, tanpa menimbulkan ketegangan antara agama dan budaya.

Tirtayasa selaku peneliti memberikan saran agar tradisi Maulid di Kecamatan Pulau Tiga Barat, serta budaya-budaya lokal lainnya di Kabupaten Natuna, terus dilestarikan dan dipelajari.

Tradisi ini tidak hanya memiliki nilai budaya yang tinggi, tetapi juga berfungsi sebagai media efektif untuk mengajarkan nilai-nilai pendidikan Islam.

Ia juga menyarankan penelitian ini juga merekomendasikan adanya studi lanjutan untuk menggali lebih dalam budaya-budaya lokal di Natuna, dengan harapan dapat menambah wawasan dalam kajian pendidikan Islam.

Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan wawasan baru mengenai bagaimana tradisi lokal dapat menjadi media yang kuat untuk menginternalisasikan nilai-nilai pendidikan Islam.

Di tengah perubahan zaman yang semakin modern, tradisi seperti Maulid di Pulau Tiga Barat Natuna dapat menjadi benteng dalam menjaga identitas dan nilai-nilai keagamaan yang dianut oleh masyarakat setempat.

Dengan terus melibatkan tokoh agama, tokoh adat, dan masyarakat luas, tradisi ini diharapkan akan terus berkembang dan berfungsi sebagai sarana pendidikan yang efektif bagi generasi mendatang.

***) Oleh: Tirtayasa, mahasiswa program Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah  Malang.

Shared: