Memandang Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Secara Integratif Pada Tingkat Sekolah Menengah Pertama

Pendidikan memiliki peran ideal sebagai fondasi utama dalam pembentukan individu yang cerdas, berkarakter, dan berintegritas. Secara umum, pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi setiap individu secara holistik, mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Melalui pendidikan, seseorang tidak hanya memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk beradaptasi dan bersaing dalam dunia kerja, tetapi juga mengembangkan nilai-nilai moral, etika, dan sosial yang esensial untuk kehidupan bermasyarakat. Pendidikan ideal berupaya membentuk individu yang berpikir kritis, kreatif, dan inovatif, serta memiliki kesadaran akan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Dalam konteks pendidikan saat ini, pesantren, sebagai lembaga pendidikan berbasis agama, juga memiliki peran yang sangat strategis dalam mendukung dan bersinergi dengan tujuan pencapaian pendidikan secara umum. Secara  holistik, pesantren tidak hanya berfokus pada aspek kognitif seperti ilmu pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga menekankan pentingnya pengembangan karakter dan spiritualitas. Pesantren mengajarkan nilai-nilai moral, etika, dan keagamaan yang kuat, sehingga mencetak individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki integritas, kejujuran, dan tanggung jawab sosial yang tinggi.

Selain itu, pesantren dapat berkontribusi secara signifikan dalam membangun toleransi dan penghargaan terhadap keragaman. Dengan mengintegrasikan ajaran agama yang menekankan pada kedamaian dan persaudaraan, pesantren membantu menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif dan harmonis. Sinergi antara pendidikan umum dan pesantren memungkinkan tercapainya tujuan pendidikan yang lebih komprehensif, di mana siswa tidak hanya siap untuk menghadapi tantangan dunia kerja, tetapi juga siap untuk menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Dengan demikian, pesantren memainkan peran penting dalam membentuk generasi yang berpengetahuan luas, berakhlak mulia, dan berkomitmen terhadap nilai-nilai kemanusiaan, sesuai dengan visi pendidikan yang ideal.

Pendidikan pesantren saat ini menghadapi tantangan signifikan terkait dengan peran dan fungsinya sebagai lembaga pendidikan berbasis agama. Salah satu tantangan utama adalah integrasi sekolah formal ke dalam sistem pendidikan pesantren. Meskipun tujuan dari integrasi ini adalah untuk memberikan pendidikan yang lebih komprehensif, kenyataannya banyak sekolah yang cenderung lebih fokus pada pengembangan materi pelajaran umum seperti sains, matematika, dan bahasa asing. Kondisi ini diperparah dengan adanya persaingan antara sekolah dan pesantren dalam menarik minat siswa dan orang tua. Banyak orang tua yang lebih memilih sekolah yang dianggap lebih modern dan memberikan peluang karir yang lebih luas bagi anak-anak mereka. Akibatnya, pesantren sering kali harus beradaptasi dengan menambahkan program-program yang lebih menarik perhatian, namun dengan konsekuensi mengurangi intensitas pengajaran agama.

Melihat fenomena tersebut membuat Muzammil, salah satu mahasiswa program Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang ini mencoba mengkaji seperti apa model integrasi dan pelaksanaan pendidikan agama Islam pada tingkat sekolah menengah pertama (SMP) dalam sebuah penilitian disalah satu SMP di probolinggo yang berbasis lingkungan pesantren yaitu SMP Nurul Jadid. Sebagai lembaga pendidikan formal di dalam lingkungan Pesantren Nurul Jadid, SMP ini menawarkan pola pendidikan agama yang inovatif dan berbeda dari lembaga pendidikan setingkat pada umumnya. Dalam menghadapi tantangan yang sering dialami pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal, SMP Nurul Jadid berhasil menemukan solusi efektif melalui penerapan pendidikan agama Islam yang integratif. Model pendidikan ini memastikan bahwa pengajaran agama terlaksana secra efektif tanpa mengurangi dan apalagi mereduksi esensi dari pendidikan pesantren yang syarat dengan nilai-nilai religious.

SMP Nurul Jadid, sebagai lembaga pendidikan formal di dalam Pesantren Nurul Jadid, menerapkan model integrasi pendidikan yang dicetuskan oleh Robyn Fogarty yang menawarkan sepuluh model integrasi. Muzzammil menjelaskan secara teoritik bahwa model-model ini dirancang untuk membantu menyatukan berbagai aspek pembelajaran dan meningkatkan relevansi pendidikan dengan kehidupan nyata siswa. Berikut adalah kesepuluh model integrasi yang ditawarkan oleh Fogarty:

  1. Fragmented: Model ini menggambarkan pendekatan di mana mata pelajaran diajarkan secara terpisah tanpa adanya hubungan antara disiplin ilmu. Setiap mata pelajaran berdiri sendiri, dan tidak ada usaha untuk mengaitkan materi satu dengan yang lainnya.
  2. Connected: Pada model ini, terdapat usaha untuk menghubungkan beberapa mata pelajaran dengan mengaitkan beberapa konsep dari berbagai disiplin ilmu. Integrasi yang dilakukan masih terbatas dan tidak sepenuhnya menyeluruh.
  3. Nested: Model ini mencakup penggabungan materi dari berbagai disiplin ilmu dalam konteks yang lebih mendalam. Konsep-konsep dari berbagai bidang diletakkan dalam struktur yang saling terkait, meskipun integrasi dilakukan dalam batas-batas tertentu.
  4. Sequenced: Di model ini, materi pelajaran diatur dalam urutan tertentu untuk membantu siswa memahami hubungan dan perkembangan konsep-konsep dari waktu ke waktu. Integrasi didasarkan pada urutan pengajaran yang telah ditentukan.
  5. Shared: Model ini melibatkan koordinasi antara guru dari berbagai disiplin ilmu untuk berbagi waktu dan sumber daya. Meskipun ada upaya untuk menciptakan keterhubungan, integrasi masih bersifat terbatas.
  6. Webbed: Model ini mengorganisir materi pelajaran dalam bentuk jaring, di mana berbagai mata pelajaran dihubungkan secara fleksibel melalui tema atau topik tertentu. Ini menciptakan jaringan keterhubungan yang lebih kompleks antara berbagai disiplin ilmu.
  7. Threaded: Model ini melibatkan integrasi yang dilakukan secara bertahap, di mana konsep atau keterampilan dari satu mata pelajaran diintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain secara konsisten sepanjang waktu.
  8. Integrated: Dalam model ini, terdapat penggabungan yang lebih mendalam antara berbagai disiplin ilmu, di mana konsep-konsep diajarkan secara bersamaan dalam konteks yang saling mendukung dan melengkapi.
  9. Immersed: Model ini menciptakan pengalaman pembelajaran di mana siswa sepenuhnya terlibat dalam suatu tema atau topik yang mengintegrasikan berbagai mata pelajaran secara menyeluruh, memungkinkan mereka untuk menyerap pengetahuan secara mendalam.
  10. Networked: Model ini melibatkan penggabungan berbagai disiplin ilmu dalam jaringan yang kompleks, di mana siswa belajar bagaimana mengaitkan dan menerapkan pengetahuan dari berbagai sumber dalam konteks yang luas dan terintegrasi.

Dalam hasil observasi, wawancara, serta pengumpulan data yang mendalam, Muzammil mendapati bahwa SMP Nurul Jadid menerapkan model integrasi pendidikan yang dikenal sebagai Fragmented, di mana mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dirinci menjadi berbagai subjek khusus. Dalam model ini, kurikulum PAI dibagi menjadi mata pelajaran yang meliputi Hadits, Akidah, Akhlak, Baca Tulis al-Qur'an (BTQ), Nahwu, dan Shorof. Pendekatan ini dirancang untuk memberikan fokus yang lebih mendalam pada masing-masing disiplin ilmu, memungkinkan siswa untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif, luas, dan mendalam tentang berbagai aspek ajaran Islam.

Dengan mengadopsi model Fragmented, SMP Nurul Jadid bertujuan untuk membedah materi PAI menjadi komponen-komponen yang spesifik, sehingga setiap mata pelajaran dapat diajarkan secara terperinci dan mendalam. Misalnya, pelajaran Hadits mengajarkan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW secara spesifik, sementara pelajaran Akidah fokus pada dasar-dasar keyakinan dalam Islam. Demikian pula, pelajaran Akhlak mengajarkan etika dan perilaku yang baik, Baca Tulis al-Qur'an (BTQ) melatih kemampuan membaca dan menulis al-Qur'an, Nahwu dan Shorof memperdalam pengetahuan tentang tata bahasa Arab.

Meskipun model ini menekankan pemisahan yang jelas antara berbagai subjek, SMP Nurul Jadid tetap berkomitmen untuk menjaga relevansi materi dengan kehidupan nyata siswa. Hal ini dilakukan dengan mengaitkan setiap pelajaran dengan contoh dan aplikasi praktis dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, konsep akhlak yang diajarkan dalam kelas dapat diterapkan dalam interaksi sosial siswa, dan pemahaman tentang Nahwu dan Shorof membantu siswa dalam membaca al-Qur'an dengan lebih baik, yang pada gilirannya memperkaya praktik ibadah mereka. Pendekatan ini memungkinkan siswa tidak hanya memahami teori secara mendalam tetapi juga menerapkan pengetahuan mereka dalam konteks yang relevan dan bermanfaat.

Dengan demikian, model Fragmented di SMP Nurul Jadid berfungsi untuk memberikan pendidikan agama yang lebih spesifik dan mendetail, sambil tetap memastikan bahwa siswa dapat mengaitkan pembelajaran mereka dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki pengetahuan agama yang mendalam serta kemampuan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut dalam berbagai aspek kehidupan mereka.

Shared: