Potensi Penggunaan Limbah Organik Nasi Kering Sebagai Sumber Energi Pada Broiler

Sampah organik saat ini masih menjadi sebuah pekerjaan rumah yang besar di Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh data yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Indonesia menghasilkan 30 juta ton limbah pada tahun 2021. Limbah organik menyumbang 12 juta ton dan 40% dari sampah organik tersebut adalah limbah dari sisa makanan. Nasi sisa menyumbang limbah sebesar 276.000 ton per tahun yang belum terkelola maksimal dan menunjukkan bahwa ada potensi besar untuk mengolah limbah organik ini menjadi bahan pakan alternatif untuk ternak seperti nasi kering.

Permasalahan lain ditunjukkan pada sektor peternakan terutama pada bidang peternakan broiler. Tingkat kematian yang tinggi dan performans yang buruk diakibatkan oleh heat stress tinggi sebagai akibat climate change yang terjadi tiap tahunnya. Terlebih lagi Indonesia adalah negara tropis dengan suhu lingkungan diatas 24℃ padahal broiler adalah jenis ternak yang bertumbuh maksimal pada suhu 19℃ sampai dengan 21℃. Keadaan ini diperparah dengan harga pakan yang semakin tinggi karena bahan baku mayoritas impor.

Pengolahan sisa bahan organik menjadi nasi kering menjadi solusi untuk tiga permasalahan sekaligus. Selain dapat mengurangi masalah limbah, juga memberikan alternatif pakan yang lebih murah daripada jagung dan mampu mengatasi heat stress sehingga memperbaiki performance broiler. Nasi kering merupakan jenis pati resisten yang baik digunakan untuk ayam pada kondisi heat stress karena kalori rendah dan dapat memperbaiki sistem pencernaan. Melihat potensi akan limbah makanan yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak membuat Rusli Tonda, mahasiswa S3 Ilmu Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang ini membuat sebuah penelitian untuk menganalisis potensi penggunaan nasi kering sebagai bahan pakan sumber energi dan sebagai bahan pakan fungsional mengurangi heat stress.

Mahasiswa asal Sulawesi Selatan ini menggunakan beberapa tahap dalam melakukan penelitiannya dimana tahap pertana adalah menguji sampel nasi kering yang beredar di pasaran. Sampel nasi kering ini diambil dari tiga daerah wisata yaitu daerah P1 (Lumajang), P2 (Pasuruan) dan P3 (Malang). Hasil sampel di tahap pertama untuk menguji kandungan dari nutrisi nasi kering dari tiga tempat wisata tersebut menunjukkan tidak ada  tidak ada perbedaan signifikan nasi kering yang ada di pasaran terhadap kandungan nutrisi.

Selanjutnya di tahap kedua adalah membuat nasi kering dari limbah makanan untuk masuk pada uji proksimat. Rusli mengungkapkan bahwa hasil penelitiannya menunjukkan bahwa nasi kering berpotensi sebagai bahan pakan pengganti jagung dan bekatul karena memiliki kandungan protein kasar 7% sampai dengan 12% yang sama dengan jagung dan bekatul. Selain itu, nasi kering memiliki kandungan serat kasar dan lemak kasar yang rendah (dibawah 5%) sehingga menjadi keunggulan produk olahan sampah ini sebagai bahan pakan sumber energi. Tak hanya sampai disitu, dengan menggandeng PT. Zakiyah Jaya Mandiri yang ada di Lumajang, Jawa Timur sebagai mitra, Rusli melakukan eksperimen penerapan langsung pada Broiler serta melakukan uji hematologi di Laboratorium Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta Indonesia.

Penggunaan nasi kering dapat mengurangi tingkat heat stress pada ayam broiler yang dibuktikan dengan frekuensi panting lebih rendah. Semakin tinggi frekuensi panting ayam menunjukkan semakin tinggi pula tingkat stress yang dialami. Bobot jantung memperlihatkan  adanya pembesaran atau pembengkakan pada P0 yang menandakan kerja jantung ayam bekerja lebih berat sebagai akibat dari kondisi heat stress. Begitupula jumlah leukocytes pada P0 yang berada pada ambang batas toleransi (40.000 /mm3) yang menandakan bahwa meningkatnya jumlah leukocytes sebagai akibat dari tingkat stress yang tinggi. Rasio H/L pada P0 juga mengalami penurunan drastis dibawah angka normal (0,3 – 0,7). Sedangkan perlakuan dengan menggunakan nasi kering berada pada angka normal.

Penggunaan nasi kering juga meningkatkan produktivitas broiler yang dibuktikan dengan PBBH lebih besar. Semakin besar pertambahan bobot badan harian maka akan semakin baik produktivitas. Nasi kering juga menekan tingkat FCR menjadi lebih rendah. Semakin rendah FCR yang diperoleh maka semakin baik performans broiler. Indikator terakhir yang menunjukkan bahwa nasi kering mampu meningkatkan produktivitas adalah dengan meningkatnya IP yang diperoleh. Semakin tinggi IP yang didapatkan maka semakin baik pula produktivitas dari broiler tersebut.

Rusli juga memaparkan bahwa pemberian nasi kering meningkatkan nilai ekonomi peternak karena dari aspek kualitas memiliki protein sama dengan jagung tetapi kandungan serat kasar lebih rendah sehingga cocok untuk ayam yang memiliki sistem pencernaan yang sederhana. Atas dasar itulah sehingga produktivitas bisa lebih meningkat. Selain itu, biaya pakan lebih rendah jika dibanding dengan pakan yang disubtitusi seperti jagung. Nasi aking juga memiliki potensi bisnis yang menjanjikan karena dapat mengurangi pencemaran lingkungan jika dikelola secara maksimal. Mengolah limbah sisa nasi menjadi bahan pakan untuk broiler menjadi inovasi baru yang berkelanjutan.

Shared: