Dosen Sosiologi UMM Soroti Kasus Pornografi sebagai Kasus Sosiologis yang Serius
10/01/2025 02:44
TIMESINDONESIA, MALANG – Dewan Perwakilan Rakyat adalah salah satu Lembaga yang dipilih langsung oleh rakyat yang memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengawal bergagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang sesuai dengan peraturan dalam undang undang, DPRD merupakan lembaga pemerintah yang berkedudukan di daerah. DPRD memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif yang akan memberikan hasil penelitian berbentuk deskripsi berupa penjelasan bukan angka. Teori yang digunakan adalah teori dramaturgi dimana kehidupan merupakan panggung sandiwara yang dapat dibedakan menjadi area formal (front stage) dan area informal (back stage). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.Teknik analisis data yang digunakan yaitu teknik triangulasi oleh Miles dan Huberman yang meliputi 3 proses diantaranya reduksi data, penyajian data, dan penyusunan kesimpulan.
Dari penelitian ini diperoleh hasil dramaturgi fungsi pengawasan anggota komisi II DPRD Kota Bengkulu terkait Perwal No. 37 tahun 2019 meliputi area formal (front stage) menampilkan sisi baik dimana para anggota komisi memberikan dukungan dan bantuan, dan respon yang baik, baik secara langsung maupun melalui media sosial. Sedangkan area informal (back stage) memberikan fakta bahwa anggota komisi II mengalami berbagai kendala dan kesulitan namun, anggota komisi II DPRD Kota Bengkulu terus mengupayakan semaksimal mungkin dalam menjalankan fungsi pengawasan dengan melakukan monitoring, evaluasi dan rapat dengar pendapat (RDP) sebagai bentuk komitmen untuk menjalankan fungsi pengawasan dengan penuh rasa tanggung jawab atas kepercayaan lembaga perwakilan masyarakat. Selain itu juga secara umum diperoleh hasil temuan bahwa adanya perbedaan presentasi diri dalam area formal (front stage) dan area informal (backstage) anggota komisi II DPRD kota Bengkulu yang meliputi gaya berbicara, gaya berpenampilan, gesture, maupun dalam penggunaan media sosial.
Dari hasil penelitian setiap aktor politik dapat mengubah identitasnya sesuai dengan tujuannya masing-masing. Hasil analisis wawancara menyimpulkan bahwa aktor politik ingin menunjukkan sisi terbaiknya kepada masyarakat hal inilah yang menyebabkan adanya perubahan identitas, meski tidak seutuhnya. Artinya ada beberapa identitas yang tidak ditunjukkan atau sementara dihilangkan ketika sang aktor ada diatas area formal (front stage). Penampilan seseorang digunakan untuk mempertajam bentuk kepribadiannya, perwakilan dari totalitasnya karakter seorang individu.
Goffman memahami bahwa karakter sang aktor bukan sepenuhnya sebagai milik aktor tersebut secara individu namun sebagai produk interaksi dramatis antara aktor dengan audiens (Sulaiman, 2021). Oleh karena itu pada dasarnya segala sikap dan perilaku yang ditampilkan oleh aktor dalam area formal adalah sebuah interaksi simbolik yang sudah diatur sebelumnya agar masayarakat memberikan respon yang diinginkan oleh aktor. Terkait dengan DPRD, kita tahu bahwa DPRD merupakan lembaga pemerintah perwakilan di daerah yang memiliki berbagai tugas dan fungsi. Salah satunya fungsi pengawasan.
DPRD memiliki hak dan wewenang dalam mengawasi kebijakan pemerintah daerah termasuk peraturan daerah yang salah satunya perwal No. 37 tahun 2019 yakni tentang penanganan sampah rumah tangga, Apakah kebijakan-kebijakan yang ada berjalan sesuai dengan prosedur atau tidak, apakah kebijakan yang saat ini dapat kembali diterapkan pada tahun berikutnya, apakah kebijakan yang diambil efektif dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah hal mendasar yang dapat dijadikan tolok ukur capaian fungsi pengawasan oleh DPRD Kota Bengkulu.
Dari hasil wawancara diketahui bahwa anggota komisi II DPRD kota Bengkulu menyatakan telah melaksanakan tugas dengan baik dengan selalu melakukan monitoring, evaluasi dan rapat dengar pendapat dalam menjalankan fungsi pengawasan dari peraturan kebijakan pemerintah kota. Perda yang dimaksud adalah Perwal No. 37 tahun 2019 tentang Kebijakan Strategi Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga. Namun, peneliti menemukan fakta dilapangan bahwa sampah merupakan masalah yang masih menjadi perhatian di kota Bengkulu bahkan sampai akhir desember 2023. Berdasarkan data yang didapatkan dilapangan dan kesaksian dari Dinas Lingkungan Hidup sampah di kota Bengkulu mencapai 400 ton perhari.
Mengutip dari artikel antaranews.com Gubernur Bengkulu memberikan tugas kepada Walikota Bengkulu untuk fokus masalah sampah. Untuk diketahui sampah di kota Bengkulu untuk saat ini mencapai 400 ton perhari. Sedangkan TPA yang tersedia seluas 6,8 Hektar kemungkinan sudah tidak dapat menampung sampah selama satu atau dua tahun kedepan. Selain itu penumpukan-penumpukan sampah dibeberapa sudut dan area wisata juga menjadi keresahan dan mengganggu kenyamanan dan kesehatan lingkungan. Untuk menangani ini sementara pemerintah kota Bengkulu melayani pengangkutan sampah dari TPS ke TPA setiap hari.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh subjek penelitian pada wawancara sebelumnya bahwa DPRD kota Bengkulu bersama pemerintah kota Bengkulu selalu mengupayakan solusi terbaik untuk mengatasi masalah sampah di kota Bengkulu. Salah satunya mengutip antaranews.com pemerintah kota Bengkulu ingin mengelola sampah menjadi bahan bakar seperti pertalite, biosolar dan lainnya dengan bantuan alat canggih. Terkait hal ini Dinas Lingkungan Hidup Kota Bengkulu mengusulkan alokasi dana 5 miliar pada APBD 2024 untuk pengelolaan sampah. Anggaran ini akan digunakan untuk menambah luas lahan TPA sebanyak 4 Hektar guna sebagai rencana pembangunan pabrik pengelolaan WWP (Wast Management Project) yang dikelola oleh Swiss Green Projects (SGP) yaitu sebuah organisasi NGO.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dramaturgi fungsi pengawasan anggota komisi II DPRD Kota Bengkulu terhadap Perwal No. 37 tahun 2019 meliputi area formal (front stage) menampilkan sisi baik dimana para anggota komisi memberikan dukungan dan bantuan, dan respon yang baik, baik secara langsung maupun dimedia sosial. Sedangkan dalam area informal (back stage) memberikan fakta bahwa anggota komisi II mengalami berbagai kendala dan kesulitan diantaranya seringkali terjadi dalam pelaksanaan kebijakan adanya kekurangan dari keterbukaan data dan informasi yang disediakan oleh pemerintah kota, proses birokrasi yang tidak sesuai prosedur dan terkesan berbelit belit serta kurangnya koordinasi antara anggota dewan dan pemerintah kota yang mendasari proses komunikasi berlangsung kurang efektif.
Namun anggota komisi II DPRD Kota Bengkulu terus mengupayakan semaksimal mungkin dalam menjalankan fungsi pengawasan dengan melakukan monitoring, evaluasi dan rapat dengar pendapat (RDP) sebagai salah satu bentuk komitmen untuk menjalankan fungsi pengawasan dengan penuh rasa tanggung jawab atas kepercayaan lembaga perwakilan masyarakat.Pada dasarnya interaksi manusia menggunakan simbol-simbol, cara manusia menggunakan simbol, mepresentasikan apa yang individu maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamannya. Konsep dramaturgi serta permainan peran yang dilakukan oleh manusia, terciptalah berbagai suasanan dan kondisi interaksi yang kemudian memberikan makna tersendiri. Permainan peran tersebut mendukung pertunjukan untuk memberi kesan untuk mencapai keinginan sang aktor, pada saat berada didalam area formal (front stage) atau dalam area informal (back stage) merupakan bagian dari setting performing dalam konsep dramaturgi.
Untuk relevansi teori yang digunakan dengan yang ada dilapangan terdapat bahwa anggota DPRD kota Bengkulu dapat menampilkan citra diarea formal (front stage) sesuai dengan peran yang ada dimana untuk mengolah kesan dan presentasi diri didepan masyarakat dari kegiatan kegiatan dimuka umum dalam fungsi pengawasan terkait Perwal No.37 tahun 2019 dari aspek hal pemilihan kata, cara berpakaian maupun pengunaan asessoris Ketika dalam kontek formal dalam menyampaikan masalah dalam rapat komisi menujukan simbol yang dibangun agar dimuka umum citranya positif dan menjadikan perannya berjalan baik, dalam hal memainkan peran ketika berbicara, meghadiri perbagai pertemuan formal, kunjungan kerja,ataupun berinteraksi langsung dengan masyarakat (hearing), dan melalui media maka yang diperlihatkan adalah yang diinginkan oleh anggota dewan tersebut. Pentingnya dalam pengelolahan kesan dapat meyakinkan siapa mereka ketika tampil dan ingin dianggap oleh publik, jadi untuk panggung depan disini anggota dewan selalu menampilkan gaya yang hampir sempurna dikarenakan cara mereka berpresentasi atau menimbulkan kesan ketika berkomunikasi dihadapan masyarakat, pada panggung formal ini anggota dewan dituntut untuk menampilkan citra yang dapat diandalkan dengan pengunaan bahasa yang baik yang menumjukan sikap peduli pada konstituennya sehingga kemampuan mengelolah kesan ini dapat membangun kredibilitas anggota dewan dalam menjalankan fungsi pengawasan terkait Perwal No. 37 tahun 2019.
Sementara itu untuk dibelakang panggung yang dilakukan pada rapat internal fraksi diskusi informal ataupun mencakup lobby dan negosiasi. Para anggota dewan terkesan lebih santai, baik dalam perkumpulan komunitas, keluarga dan sosial masyarakat dalam membahas strategi dan melaksanakan fungsi pengawasan tentang Perwal No 37 tahun 2019 oleh karena itu anggota dewan secara informal (back stage) sebagai manusia biasa lebih sering beradaptasi dan interaksi dengan lingkungan sosial sesuai dengan konteks dan audiens yang dihadapi, dapat juga dilakukan dari hati ke hati, menerima keluhan dari masyarakat ataupun seringkali juga bertentangan pendapat dengan kebijakan pemerintah kota.
Apabila dilihat dari pemaparan diatas maka dapat ditekankan bahwa panggung depan (front stage) lebih banyak dimunculkan pada Anggota DPRD kota Bengkulu dalam fungsi pengawasan terkait perwal No. 37 tahun 2019 dimana indikasi Anggota DPRD kota Bengkulu mengelolah kesan (impression management) secara strategis dengan menampilkan image yang individu masing-masing inginkan tetapi juga tetap mempertahankan aspek tertentu dipanggung belakang (back stage). Presentasi diri anggota dewan dalam fungsi pengawasan terkait perwal No.37 tahun 2019 relevan dengan teori dramaturgi dikerenakan anggota dewan dapat bermain peran ganda baik sebagai wakil rakyat, pengawas pemerintah dan partai politik. Anggota dewan harus mampu mengelolah berbagai kepentingan dan ekspektasi dari berbagai pemangku kepentingan. Pengelolahan informasi, pemilihan isu yang diangkat, cara penyampaian kritik, pemilihan media komunikasi menjadi salah satu yang yang penting dari presentasi diri dalam fungsi pengawasan terkait Perwal No.37 tahun 2019. Secara keseluruhan bahwa pengunaan dalam teori ini dari presentasi diri anggota dewan dalam fungsi pengawasan terkait Perwal No.37 tahun 2019 dapat diletakan pada keseimbangan antara peran dan substansi serta antara transparansi dan kepentingan politik. Anggota dewan harus dapat mempertahankan integritas dalam pengawasan perwal No.37 tahun 2019 sekaligus mengelolah berbagai tekanan politik dan keterbatasan sumber daya dalam meningkatakan efisiensi fungsi pengawasan dan mengembangkan kompetensi presentasi anggota dewan.
Berdasarkan temuan hasil penelitian proposisi dalam penelitian ini yaitu :
1. Temuan hasil penelitian menyatakan ada perbedaan antara area formal (front stage) dan area informal (back stage) pada masing-masing aktor politik tergantung dengan tujuan masing-masing aktor dalam mempresentasikan dirinya. Semua hal yang ditampilkan dalam area formal (front stage) telah disetting atau direncanakan sebelumnya. Hal ini merupakan bagian dari setting performing dimana pada setiap penampilan para aktor politik diarea formal telah dibagi posisinya masing-masing, termasuk kata-kata yang diucapkan maupun gesture pada masing-masing aktor politik.
2. Pada area non formal (back stage) para aktor politik menjadi pribadi yang sesungguhnya sesuai dengan karakter masing-masing yang dapat ditunjukan melalui penyampaian kesan (imperession management) diarea informal dalam bentuk curahan hati ketidaksesuaian antara anggota atau actor dengan kebijakan ataupun pelaksanaannya
3. Anggota dewan menunjukan pengelolahan kesan melalui penampilannya, gaya komunikasi, prilaku dalam membentuk citra sebagai wakil rakyat yang mempunyai kredibilitas dalam menjalankan fungsi pengawasan, semakin bagus pengelolahan kesan yang dibentuk maka akan semakin tinggi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pengawasan dewan.
****) Oleh: Eceh Trisna Ayuh, Mahasiswa Program Doktor Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang.