Rasionalitas Tindakan Masyarakat Pesisir Melayu Deli Dalam Mempertahankan Eksitensi Budaya Lokal Kota Medan

Pemaknaan eksistensi terkadang dipengaruhi langsung oleh perubahan serta retribelisme budaya secara globalisasi. Kedua pemaknaan ini berdampak pada artinya hidup berbudaya. Karena fleksibelitas dan adaptasi dengan perkembangan zaman serta perubahan budaya terdampak dengan globalisasi. Hal ini dikarenakan cukup pesatnya perkembangan penyebaran informasi. Fenomena daya tarik yang terjadi merupakan bagian dari ganjaran sosial yang merupakan asal usul struktur sosial. Fenomena yang terjadi perubahan budaya bukan hanya struktural akan tetapi perubahan secara intrinsik dan ekstrisik pun terjadi dalam budaya. Perubahan Intrisik dapat berupa kasih sayang, pujian, kehormatan dan lain-lain sedangkan ekstrinsik dapat berupa uang, barang-barang atau jasa konsep pertukaran seperti teori Hooman.

Kota Medan merupakan kota multietnik yang terdiri dari beberapa suku atau kebudayaan diantaranya Melayu, Batak, Minang, Jawa, dan suku lainnya. Suku Melayu Deli merupakan suku asli yang menghuni kota Medan. Penyebarannya di Kawasan Deli tua, Pinggiran Sungai Deli dan Labuhan yang terkonsentrasi secara geografis. Pada awal tahun 2021 eksistensi Suku Melayu Deli dianggap mengalami perguncangan setelah Walikota Medan Bobby Nasution mengeluarkan Peraturan Walikota Nomor : 025/02.K/VIII/2021 yang dalam kebijakan tersebut Walikota memerintahkan Pegawai di Lingkungan Pemerintah Kota Medan memakai baju daerah di hari jumat.

Kebijakan ini juga banyak mengalami kontradiktif beberapa penggiat dan oganisasi masyarakat melayu Deli menyatakan Walikota harus meninjau kembali atas kebijakan tersebut, Permasalahan terhadap aktifitas serta interaksi yang dibangun oleh masyarakat Melayu Deli di Kota Medan, terdapat pula sebuah kelompok masyarakat yang tetap mempertahankan aktifitas dan serta melakukan sebuah tindakan-tindakan. Tindakan yang dilakukan oleh kelompok sosial ini juga  dilihat sebagai tindakan yang dilakukan untuk menegakkan perilaku turun temurun.. Beberapa perubahan serta pengaruh adanya urbanisasi, serta evolusi sosial diatas baik faktor internal dan eksternal yang  menjadikan Jehan Ridho Izharsyah, salah satu mahasiwa program Doktor Sosiologi mengangkat sebuah penelitian disertas dengan judul Rasionalitas Tindakan Masyarakat Pesisir Melayu Deli Dalam Mempertahankan Eksistensi Budaya Lokal Kota Medan.

Menggunakan paradigma interoretatif melalui interaksi dan hubungan sosial, serta pendekatan kualitatif, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplanatori, eksplorasi, dan deskriptif permaslahan tunggal masyarakat melayu deli yang ada di kawasan pesisir Medan ini mendapati bahwa makna Tindakan yang dilakukan Masyarakat Pesisir Melayu Deli dalam mempertahankan eksistensi budaya lokal Kota Medan dilakukan dengan menitik beratkan kepada pemahaman serta persfektif interpretative tindakan.

Makna sosial secara substantive menempatkan posisi tatanan sosial dan penguatan budaya didalamnya dengan tindakan yang telah terbiasa dilakukan dan dalam keadaan sadar. Hal ini terlihat pada terjadinya tindakan yang dilakukan masyarakat melayu pesisir dalam melihat adanya dinamika kelompok sosial yang terjadi pada perjalanan serta sejarah kebudayaan melayu di kota Medan, sehingga munculah ide serta tindakan substantive, tindakan sosial hingga terbentuklah gerakan filantropi budaya seperti Forum Masyarakat Adat Deli (FORMAD) sebagai gerakan sosial budaya dalam menjalankan syiar budaya melayu. Tindakan ini dapat dikatakan sebagai tindakan dengan alat dan tindakan rasional yang berorientasi kepada hasil karena dilakukan secara sadar, upaya ini dilakukan karena terlihatnya dinamika yang kuat serta adanya akulturasi yang lama kelamaan dapat mengancam eksistensi kebudayaan melayu deli itu sendiri. Kemudian, Masyarakat melayu deli pesisir dalam mengambil keputusan hingga berprilaku masih berorientasi kepada kebiasaan dan warisan leluhur yang kuat hal ini terlihat dalam aktifitas masyarakat pesisir melayu deli masih melakukan rangkaian kegiatan tradisional seperti: adat istiadat dalam kandungan, kelahiran, turun tanah, sunat rasul/khitanan, perkawinan, kematian.

Ada juga Upacara upah-upah, mandi balimau, upacara ikrar menjadi saudara dan lain sebagainya. Kemudian dalam memutuskan suatu perkara atau pemilihan kepala hingga kepemimpinan juga masih menganut musyawarah yang kuat hingga adanya petuah dari datuk hingga orang yang di tua-kan. Tindakan ini dikatakan sebagai Tindakan Tradisional/ Tindakan Karena Kebiasaan (Tradisional Action). Selanjutnya, tantangan yang lain ialah masyarakat pesisir melayu deli memiliki subyektifitas yang tinggi dalam menilai dan menjalankan kehidupan sehari-hari. Walaupun mereka mencoba melakukan perjuangan (Struggle Culture) dalam melawan kondisi lingkungan hingga tekanan ekonomi yang cukup tinggi. Tetapi mereka cukup sulit keluar dari keadaan atau situasional tersebut Sehingga muncullah rasa fesimistis serta persfektif antara kepercayaan hingga keputus’asaan. Tindakan ini dianggap sebagai prilaku afectuality.

Temuan berikutnya adalah dalam upaya menjaga serta mempertahankan nilai kebudayaan melayu deli, masyarakat pesisir melayu deli di kejuruhan Metar Bilad Deli dan Wilayah Kejuruan Percut melalui Forum Masyarakat Adat Deli (FORMAD) menjalin sebuah interaksi serta kolaborasi sebagai wujud tindakan afektif kepada Pemerintah (Collaboration to Government), kepada Dunia Usaha (Collaboration to Business), kepada Universitas (Collaboration to University), kepada Organisasi Non Pemerintah atau Masyarakat Madani (Collaboration to Non-Government Organization or Civil Society), hingga kepada Media Massa (Collaboration to Mass Media).Tindakan-tindakan tersebut di singkronisasikan kepada program yang disusun seperti Klinik Pantun Nusantara (Cakap-Cakap), Pemberian Ucapan terima kasih Kepada Tokoh Melayu, Kegiatan Sosial (Bakti Sosial), Media Informasi dan Komunikasi (Metar Bilad Tv), Pengembangan Keilmuan (Science Development) dan lain sebagainya.

Tidak hanya sampai disitu, berdasarkan tindakan, kolaborasi hingga interaksi yang dilakukan oleh masyarakat pesisir melayu deli terbentuklah sebuah pola baru yakni Harmonical Structural Wisdom yaitu aktifitas Masyarakat pesisir melayu deli dalam menjalin ukhuwah serta interaksi sosial yang dilakukan dengan pola kerukunan serta gotong-royong dalam paguyuban tersebut. Pola Bargaining Habit Culture yaitu adanya aktifitas-aktifitas khusus yang dilakukan oleh masyarakat pesisir melayu deli misalnya kegiatan saling bertukar makanan tradisional pada upacara hari besar keagamaan, pesta perkawinan, serta peringatan hari besar keagamaan. Combination Kooptasi leader yaitu pola kepemimpinan dengan melakukan kombinasi dengan pola tradisional yang ada. Misalnya dalam memilih kepemimpinan sekalipun norma kelompok masih sangat kuat. Combination Historical Culture yaitu pola yang dilakukan dengan adanya kombinasi antara makna sejarah hingga adanya sebuah pola baru yang terjadi. Penggabungan antara kebiasaan serta keadaan sekarang dengan kebiasaan waktu lampau. dan terakhir Interactional plan Action yaitu pola interaksi yang dilakukan dengan penuh perencanaan. Pemaknaan penuh perencanaan ini adanya semacam kekuatan dalam menjalankan interaksi secara totalitas dan telah mengukur bagaimana tahapan hingga dampak yang akan terjadi hal ini kemungkinan besar dikarenakan mereka memiliki rasa traumatik dari sejarah masa lampau.

Melalui penelitian ini mahasiswa asal Sumatera Utara ini berharap perlu adanya tindakan khusus terhadap penguatan kembali kepada nilai-nilai budaya lokal yang telah ada di Medan. Selain itu pembangunan kompetisi pemikiran pemerintah dapat memperhatikan level kehidupan masyarakat pesisir melalui aktifitas serta program pemberdayaan masyarakat sehingga menimbulkan rasa semangat serta optimistis yang tinggi dalam melihat lingkungan serta menjaga keutuhan yang ada. Berikutnya perlunya pihak kesultanan, raja atau datuk kewilayahan dan kejuruhan, masyarakat melayu deli hingga kelompok kepentingan lainnya agar dapat bekerjasama dalam menjaga serta merawat asset-aset sejarah dan kebudayaan yang ada. Hal ini untuk menjaga eksistensi secara simbolik bagaimana keberadaan melayu deli itu tetap ada dan terjaga. Keempat, adanya tindakan dalam meningkatkan kepercayaan diri serta optimistis masyarakat pesisir melayu deli untuk dapat bersaing atau berkompetitive dalam segala situasional yang dapat mendukung serta meningkatkan derajat masyarakat melayu deli pesisir kota Medan.

Shared: