Akhir-akhir ini kita banyak sekali mendapati seseorang melakukan komitmen pada aksi kekerasan dengan mengatas namakan Tuhan. Melihat hal tersebut Program Studi Sosiologi Pascasarjana UMM mengadakan kegiatan webinar yang secara khusus membahas tentang bagaimana Deradikalisasi berdasarkan sudut pandang Sosiologi Indonesia. Acara yang diadakan secara daring pada Senin 7 Desember 2020 tersebut diisi oleh Prof. Dr. Ishomuddin selaku pakar Sosiologi Pemikiran Islam dan Ali Fauzi Manzi yang merupakan pendiri Yayasan Lingkar Perdamaian dan juga salah satu peserta Program Deradikalisasi yang sudah selesai dilaksanakan.
Prof. Ishomuddin memaparkan sejak tahun 2000 hingga tahun 2020 ini beberapa aksi terror terjadi di tanah air, yaitu lebih dari 311 aksi terror. "Sehingga dapat dikatakan terorisme masih menjadi ancaman serius bagi Indonesia" ujarnya. Selama kurang lebih hampir 20 thn ini ada perubahan aksi yang dilakukan oleh kelompok terror, dalam menjalankan aksinya, diantaranya dulu yang bermain kelompok JI sekarang JAD, sistem rekruitmen yang dari manual sekarang ke ranah digital, dan beberapa hal seperti siap aksi dan siap mati hanya lelaki sekarang sekeluarga yang terdiri dari anak dan istri.
"Pada dasarnya sebuah komunitas teroris itu menyediakan dua bentuk dukungan kepada para anggotanya. Kedua bentuk dukungan tersebut adalah dukungan moral dan dukungan material" ujarnya. Hadirnya kedua dukungan itu yang mengikat para anggotanya sehingga nyaman dan sulit untuk keluar. Jika keluar mereka tidak punya teman, dikucilkan, dimusuhi dan diancam. Oleh karena itu, menjadi sangat penting membentuk sebuah komunitas baru yang memberikan dukungan atau support yang serupa tetapi dengan muatan cinta NKRI, cinta perdamaian, toleransi, menjunjung islam yang ramah, bukan islam yang marah.
Hal tersebut yang menjadikan Ali Fauzi Manzi membentuk Yayasan Lingkar Perdamaian yaitu Yaitu keprihatinan terhadap maraknya aksi teror yang terjadi sejak 2000-2015 yang dilakukan oleh kawan-kawan dari anggota YLP mulai dari bom bunuh diri, bom mobil. "Kami sebagai mantan jaringan juga punya rasa tanggung jawab untuk menghentikan. Selain itu bahan bom yang meledak di Indonesia dari thn 2000-2010 berasal dari rumah kami, dulu tempat ini menjadi pusat radikalisasi. Kini kami mengubahnya menjadi pusat deradikalisasi" Ujar Ali.
Akar terorisme tidaklah tunggal bahkan saling berkaitan. Karena itu cara penanganannya juga tidak bisa dilakukan dengan metode tunggal. Harus banyak aspek, perspektif dan metodologi. Ibarat sebuah penyakit, terorisme ini termasuk penyakit yang sudah mengalami komplikasi, butuh dokter spesialis dan juga kampanye pencegahan dari orang yang pernah mengalami penyakit ini. Dalam hal ini, bapak Ali Fauzi Manzi bukanlah seorang dokter spesialis namun belliau pernah mengalami penyakit seperti itu bertahun-tahun, sekarang beliau bisa bangkit sembuh dan sedang melalukan upaya menyembuhkan.
Ali juga mengungkapkan "Dengan Menyediakan komunitas baru bagi mantan napi teroris dan kombatan agar mereka tidak kembali ke komunitas lama, serta memberdayakan, melatih dan mendorong para mantan untuk bisa menjadi duta perdamaian, memfasilitasi hubungan antara mantan untuk menciptakan suara yang kuat dan bersatu demi perdamaian. Diharapkan dapat memberikan perubahan terhadap kondisi keamanan di Indonesia, khususnya dalam menangkal terorisme".