Faksionalisasi Politik dalam Partai Politik

Rabu, 27 Juli 2022 03:38 WIB

Fenomena faksionalisasi memang banyak terjadi tidak hanya dalam lingkungan partai politik, tetapi terjadi pula pada berbagai organisasi lainnya. Maraknya faksionalisasi yang terjadi di internal partai politik ini menarik minat Mukhlish yang juga salah satu mahasiswa program studi S3 Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang ini tertarik untuk melakukan penelitian mengenai fenomena tersebut dengan judul 'Faksionalisasi Politik Golkar Dalam Pemilihan Presiden. Penelitian yang berfokus pada partai Golkar di Wonosobo ini didadasari beberapa hal yang membuat mahasiswa asal Banjarnegara, Jawa Tengah tersebut mengangkatnya dalam penelitan disertasinya. Dimana adanya kompleksitas faksionalisasi yang bukan hanya sebagai fenomena biasa, tetapi hampir menjadi suatu budaya yang selalu hadir mewarnai perjalanan internal partai politik.

“Kalau cuma fenomena biasa, faksionalisasi tidak akan begitu membahayakan partai politik karena kemunculannya hanya bersifat temporer saja. Tetapi jika menjadi budaya yang melembaga di internal partai politik, maka dapat dipastikan partai politik tersebut akan kehilangan arah sebagai organisasi dengan fungsi sebagai kanal aspirasi dalam mengagregasikan kepentingan masyarakat” ujarnya.

Hal lain yang menariknya untuk meneliti fenomena ini adalah adanya indikasi empirik yang menunjukkan adanya faksionalisasi di internal Partai Golkar Wonosobo sebagaimana diberitakan oleh berbagai media baik media cetak maupun media elektronik.

Bentuk Fenomena Faksionalisasi

Melalui hasil penlitiannya Mukhlish mengungkapkan bahwa faksionalisasi ini dimulai dari beberapa fase dimana yang pertama adalah adanya perbedaan pendapat dan persaingan internal dalam pemilihan umum legislative dimana ia menyebutnya sebagai fase embrionik yaitu suatu fase di mana gejala faksionalisasi mulai muncul ke permukaan dalam peristiwa suksesi pimpinan partai.

Fase kedua yakni fase di mana faksionalisasi terus mengalami perkembangan signifikan yang ditandai dengan adanya pertentangan kepentingan elit internal partai antara orientasi yang ideologis versus pragmatis dan perebutan posisi untuk mendapatkan jabatan struktural partai.  Fase berikutnya Fase ketiga yakni fase perpecahan (storming). Fase ini ditandai dengan adanya kebijakan pimpinan partai yang kontradiksi dengan kebijakan partai sehingga menyebabkan turunnya loyalitas anggota partai. Selanjutnya Mukhlis juga mengungkapkan bahwa temuan lainnya adalah ia berhasil mengungkap mengenai bentuk faksionalisasi yang ada di internal Partai Golkar Kabupaten Wonosobo yakni bentuk faksionalisasi kompetitif kooperatif dimana 2.

Bentuk faksionalisasi Partai Golkar Wonosobo masih bersifat kompetitif koopertaif, maksudnya adalah bahwa faksionalisasi yang terjadi di internal Partai Golkar Kabupaten Wonosobo masih dapat dikendalikan dan dimediasi sehingga perpecahan internal partai dapat dihindarkan meskipun dinamikanya cukup tinggi. Lalu dirinya mencoba meneterapkan temuannya tersebut dalam sebuah proporsisi “Jika permasalahan yang bersifat kompetitif di internal partai dapat diselesaikan secara kooperatif, maka resiko perpecahan internal partai tersebut akan semakin kecil”.

Melalui proporsisi tersebut Mukhlish menghasilkan sebuah bangunan teori yang disebut dengan “Teori Lingkaran Faksionalisasi” dimana faksionalisasi itu terjadi karena adanya kepentingan individu dan kelompok yang tinggi sehingga menyebabkan perbendaan pendapat dan persaingan juga tinggi. Karena perbedan pendapat dan persaingan tinggi maka menyebabkan pertentangan antar elit pun menjadi tinggi. Pertentangan elit yang tinggi disebabkan karena memperebutkan posisi jabatan yang tinggi. Perebutan posisi jabatan yang tinggi menyebabkan benturan kebijakan yang dapat menimbulkan perpecahan internal tinggi. Munculnya benturan kebijakan tersebut karena mengejar kepentingan individu dan kelompok.

Dari hasil penelitiannya ini Mukhlish memaparkan bahwa terdapat beberapa aspek yang dapat dijadikan sebagai acuan dengan harapan agar partai politik khususnya Partai Golkar tetap eksis tidak mengalami perpecahan sehingga dapat menjalankan fungsinya.  Aspek tersebut yaitu ,emperbaiki pola komunikasi di internal partai agar terjadi hubungan yang harmonis dan sinergis antar anggota dan kader partai, menumbuhkan kesadaran kolektif untuk menjaga keutuhan partai, meningkatkan loyalitas terhadap partai agar soliditas partai tetap terjaga, dan menguatkan nilai internal partai sebagai wujud dari pelembagaan internal partai.

Shared: