Internasionalisasi Pascasarjana Umm 2nd Batch, Membangun Sosial Ekonomi Pada Era 5.0.

Selasa, 29 Desember 2020 11:24 WIB

Direktorat Program Pascasajana UMM kembali menggelar internasional online webinar yang ke dua dalam rangka kegiatan internasionalisai 2020. Kegiatan webinar kali ini dilaksanakan pada 12 Desember 2020 dihadiri oleh para mahasiswa program pascasarjana UMM dari kluster non pendidikan secara online. Dalam kegiatan tersebut terdapat lima narasumber dari empat negara yaitu Dr. Widayat dan Dr. Eko Handayanto dari UMM, Dr Hanif Ahamat dari Malaysia, Dr. Mattthew Paul Cant dari Inggris serta Ilona Pasteruk dari Ukraina yang memberikan paparan materi dan wawasan seputar Social dan Financial Capitals dalam membangun masyarakat di era 5.0.

Dr. Widayat memberikan paparan perihal sustainable development goals di mana kini kebanyakan aktivitas bersifat daring dan interaksi manusia menjadi sangat minimum. Sehingga kita diharapkan mulai serta mampu menuju cashless society yang sebagian besar kegiatan transaksi menggunakan e-money. Dalam presentasinya Widayat menanyakan “Apakah Indonesia siap ambil bagian dalam Society 5.0? jawabnya mungkin tidak, Indonesia belum siap. Jika Society 5.0 hanya dinilai dari kegiatan yang kebanyakan menggunakan smartphones, maka jawabannya ya. Namun sayangnya, Society 5.0 tidak hanya sebatas itu, tetapi juga membutuhkan financial capital, social capital, technology capital, & human capital. Indonesia belum memiliki keempat hal tersebut. Terutama di bidang financial technology kita masih sangat tertinggal. Kehidupan manusia telah beralih dari tradisional kepada teknologi. Perlu diingat bahwa teknologi untuk manusia, membuat hidup lebih mudah dan mencetuskan smart society. Smart society membutuhkan ekosistem yang suportif dan kolaborasi yang baik.” ujar dosen yang juga menjadi wakil dekan Fakultas Ekonomi tersebut.

Beralih ke sudut pandang lainnya Dr. Haniff Ahamat menjelaskan tentang evolusi sosial manusia dan organisasi politik dimana manusia dimulai dari keluarga, membentuk kelompok, menjadi kota, kerajaan, dan kini negara. Dengan adanya pandemic ini, dapat dilihat apakah seorang kepala negara sedang melindungi rakyatnya atau lebih melindungi kekuasaan politiknya. “Kita adalah homo economicus atau pelaku kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi berasal dari kelompok sosial. Karena kelompok sosial tidak ingin hancur, maka dibuatlah peraturan. Oleh karena itu kebebasan kita menjadi terbatas. Namun beberapa orang tidak menyukai peraturan. Bagaimanapun hukum dan moral diperlukan untuk mengatur kehidupan bersama manusia sehingga tidak terjadi agresi” ujar Ahamat.

Ahamat juga mengungkapkan Indonesia memiliki hukum yang baik yaitu Pancasila, tidak seperti Malaysia yang semua hukum mengikuti Inggris. Sayangnya, Indonesia memiliki terlalu banyak orang kaya, sehingga pembagian kekayaan tidak merata, kesenjangan besar. Di Malaysia tidak ada (jarang) orang kaya karena kesetaraan dan kebaikan hidup diatur bersama. Pemerintah mengatur kesejahteraan bersama. Kesenjangan terjadi jika negara ditekan oleh kebutuhan bisnis, sehingga kebaikan rakyat dikorbankan. Ahamat juga menyimpulkan bahwa hukum internasional dimulai dengan narasi manusia, negara adalah entitas abstrak – manusialah yang menjalankan. Namun, kemanusiaan tidak selalu berjalan. Dalam hal ini, keadilan ekonomi harus memainkan peranannya. Akan terjadi kalibrasi dalam masyarakat digital.

Ilona Pasteruk juga berdiskusi membahas tentang social & financial capital dalam membangun masyarakat 5.0. yang pertama kali digagas oleh Jepang pada 2016 dimana pondasi dasarnya adalah sains, teknologi dan inovasi. “Kenapa ada negara maju dan berkembang?” tanya Ilona. Ternyata hal itu tidak semata-mata dipengaruhi besar/ kecilnya sebuah negara. Contohnya Jepang dan Indonesia. Mereka memiliki perbedaan lingkungan dan dukungan. Jepang negara berukuran lebih kecil namun Sumber Daya Alam (SDA) nya sedikit dan alamnya lebih menantang sehingga orang Jepang selalu berinovasi. Sedangkan Indonesia berukuran besar, SDA melimpah sehingga  Sumber Daya Manusia (SDM) kurang merasa tertantang dan lambat berinovasi.

Ilona juga memapatkan tiga konsep social capital adalah SDA + struktur jaringan + hubungan jaringan. Menurut World Bank, social capital bukan hanya institusi yang mendasari masyarakat, hal itu adalah perekat hubungan mereka. Social capital memudahkan kelompok manusia bekerja secara efektif untuk mencapai tujuan bersama – melalui organisasi yang tidak mengambil untung terlalu banyak, berfungsi bersama dalam kepercayaan, identitas bersama, norma, nilai, dan hubungan yang saling menguntungkan. Sedangkan financial capital adalah data yang menghubungkan manusia satu sama lain. Penggunaan mata uang digital dan bentuk alternatif aset digital memudahkan manusia dan pemerintahannya menuju society 5.0.

Dari kacamata lingkungan Dr. Cant menjelaskan tentang bahaya perubahan iklim di era 5.0. dimana 97% ilmuwan setuju bahwa krisi iklim disebabkan oleh manusia: temperature global meningkat sebanyak 0.9 C, keasaman laut meningkat sebanyak 30%, dan temperature laut juga meningkat sebesar -17.5 C. Selama ini yang lebih banyak berkontribusi adalah orang kaya dunia yang jumlahnya hanya 10%, menyebabkan kerusakan iklim hingga 50%. Sedangkan orang miskin tidak banyak berkontrbusi, namun akan lebih banyak terdampak. Krisis iklim di era ini akan menimbulkan kesenjangan ekonomi sosial yang akan menghambat perwujudan masyarakat era 5.0. Saat ini, sangat disayangkan bahwa kebanyakan orang terlalu memperhatikan modal sosial dan finansial, namun tidak menyadari bahwa keselamatan iklim dan alam yang lebih penting. Jika kestabilan iklim tidak terjaga, dapat dipastikan semua usaha manusia untuk kemajuan sosial dan finansial tidak akan terwujud karena tidak ada tempat berpijak.

Lebih jauh lagi, Dr. Cant menjabarkan bahwa orang dengan keadaan sosioekonomi yang lemah yang akan lebih terdampak oleh krisis iklim. “Orang dengan sosioekonomi rendah akan terdampak di bidang pendidikan, kesehatan mental, dan kesehatan fisik. Sayangnya, terdapat hambatan psikologis untuk mengatasi krisis iklim, salah satunya kepentingan jangka pendek melawan kepentingan jangka panjang. Terutama di negara demokrasi seperti Indonesia, orang meminta hasil yang cepat tampak padahal pemerintah ingin menerapkan rencana jangka panjang” ujan Cant.

Melanjutkan dari pembahasan Dr. Widayat dan Ilona, Dr. Eko Handayanto Menjelaskan tentang social capital dimana hubungan sosial antara manusia yang menghasilkan keluaran produktif. Hal ini adalah perwujudan inovasi konseptual dalam integrasi teori interdisiplin and intradisplin, terutama di bidang sosiologi dan ekonomi. Dibangkitkan kembali pada era 5.0 kini, padahal sudah diperkenalkan oleh Bordieu sejak 1972, yang diartikan sebagai perkumpulan SDA nyata maupun potensial yang berhubungan dengan jaringan tahan lama dari hubungan institusional maupun perkenalan saling menguntungkan. Dengan kata lain, menguntungkan setiap orang dalam sebuah kelompok, menyediakan modal maupun kredensial yang dapat mereka akui dalam berbagai kegiatan ekonomi. (Dik/Ria)

Shared: