Pendidikan multikultural merupakan salah satu gagasan untuk menciptakan semangat persatuan dan kesatuan di tengah beragamnya perbedaan. Hadirnya pendidikan multikultural merupakan salah satu solusi dalam mengatasi beberapa gejolak dan persoalan yang dihadapi bangsa saat ini dengan selalu merawat berbagai nilai, keyakinan, aneka heterogenitas serta ralitas pluralitas yang ada.
Pendidikan multikultural diharapkan dapat mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki manusia dengan menghargai realitas pluralitas dan aneka heterogenitasnya yang dibangun diatas prinsip equality atau persamaan, menghormati, memahami dan menerima suatu komitmen terkait moralitas serta keadilan sosial di tengah masyakarat yang majemuk.
Pendidikan secara multikultural dalam hal ini Agama Islam tentu tidak selalu menemui jalan yang mulus dalam penerapannya di lingkungn pendidikan tinggi. Terutama seperti yang ada di Sorong Papua dimana komposisi mahasiswa yang mayoritas non-muslim. Bagaimanakah mewujudkan pendidikan Al-Islam yang harmonis di tengah keragaman budaya dan agama yang ada kalangan para mahasiswa yang ada di Sorong inilah yang membuat Dian Indriyani, salah satu mahasiswa program studi Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang menjadikannya sebuah penelitian disertasi. Juudul ‘Model Pembelajaran Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) Multikultural’.
Penelitian yang mengambil studi kasus pada Universitas Pendidikan Muhammadiyah Sorong (Unimuda) berfokus pada mengkaji bagaimana model pembelajaran Al-Islam yang ada di universitas tersebut serta makna pembelajaran AIK multikultural bagi mahasiswa nonmuslim Unimuda Sorong.
Mahasiswa yang akrab dipanggl Bu Dian ini mendapati pada observasi awal yang dilakukannya diketahui bahwa Unimuda Sorong merupakan salah satu amal usaha pendidikan Muhammadiyah yang mendapatkan respon positif dari masyarakat Sorong serta penduduk di wilayah propinsi Papua Barat. “Hal tersebut dikarnakan universitas tersebut berhasil menjadi wadah pemersatu ditengah keberagaman etnis, budaya dan agama. Keberagaman yang terjadi disana, tidak menghalangi proses pembelajaran AIK yang menjadi materi wajib di semua PTM,” ujarnya.
Model Pembelajaran AIK Multikultural
Dian menjelaskan dalam disertasinya bahwa model pembelajaran AIK multikultural yang dilakukan di Unimuda Sorong dilakukan dengan cara menghadirkan dosen yang seagama dengan mahasiswanya. Pedomannya kepada PP No. 55 Tahun 2007 serta Permenag RI nomor 16 tahun 2010 dan diktum Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Tahun 2003 dimana pendidikan hendaknya dilaksanakan secara demokratis dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, di tengah keberagaman dan kemajemukan bangsa agar dapat terhindar dari perilaku diskriminasi.
Proses tersebutlah yang menjadi sebuah solusi dalam membelajarkan AIK kepada mahasiswa nonmuslim dimana model pembelajaran AIK multikultural yang bersifat tim teaching dengan cara cooperative learning yakni dilakukan dengan beberapa macam pendekatan pembelajaran seperti student centered approach, teacher centered approach. Metode yang dilakukan berupa ceramah, diskusi (partisipatoris, kelompok, kolaboratif), tanya jawab, demonstrasi, praktik, studi kasus. Adapun strategi-strategi yang digunakan berupa kontribusi, aditif, transformasional, serta aksi sosial. Sedangkan teknik yang digunakan mencakup aspek kognitif, afektif, psikomotor. Evaluasi dilakukan dengan penugasan berupa protofolio dan studi kasus di AUM (Amal Usaha Muhammadiyah).
Makna diajarkannya model AIK multikultural bagi mahasiswa nonmuslim di Unimuda Sorong terdiri dari sikap inklusif/ terbuka, sikap kemanusiaan/ humanis, sikap toleransi yakni dengan mengakui serta menghormati hak-hak asasi manusia, sikap keadilan/ demokratis, serta sikap pluralis. Dian juga menjelaskan dimana Model pembelajaran dengan adanya pendekatan cooperative learning yaitu saling kerjasama yang baik antara satu dengan lainnya dengan tanpa membeda-bedakan berdasarkan suku, ras, dan agama. Inilah yang menyebabkan pembelajaran AIK multikultural dapat diterima dengan baik.
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya mahasiswa nonmuslim merasakan nyaman ketika belajar AIK. Hal ini menjadikan mahasiswa tersebut memiliki sikap humanis yang baik, serta inklusif/ terbuka terhadap orang lain, bersikap toleransi dengan saling menghargai dan menghormati agama lain, sehingga menjadikan mereka memiliki sikap yang pluralis.
“Sebuah capaian yang luar biasa bahwa setiap semesternya selalu ada mahasiswa yang menjadi mualaf. Walaupun pada dasarnya pembelajaran AIK ini tidak mengharuskan atau memaksa untuk masuk Islam, namun karena mereka mengganggap bahwa dengan Muhammadiyahlah mereka bisa memahami Islam dengan baik, sehingga menjadikan mereka tertarik untuk masuk Islam,” ujar salah satu narasumber yang Dian jadikan sebagai informan.
Harmonisasi yang terjadi di Unimuda Sorong sebagai pemersatu di tengah pluralitas agama. Hal ini menunjukkan bahwa dari sudut penciptaannya bahwa setiap manusia memiliki kemuliaan baik itu berdasarkan ras dan warna kulit serta suku maupun agama, tidak adanya pemaksaan untuk masuk Islam. Karena pada dasarnya perbedaan itu bersifat qodrati dari Tuhan, Dakwah Islam bersifat persuasif yang mengajarkan kepada kebaikan dan kebenaran dan bukan bersifat indoktrinasi terhadap kelompok lain dan melakukan ajaran agama sesuai dengan kepercayaannya masing masing, tanpa adanya gangguan ini yang disebut dengan pluralism.
Makna Pembelajaran AIK di Unimuda Sorong
Dian mendapati secara inklusif mahasiswa nonmuslim di Unimuda memaknai ajaran AIK sebagai media untuk menjadikan diri mereka peka dalam menerima segala keberagaman, memiliki sikap peduli terhadapan sesama, memiliki sikap saling menghormati dan saling menerima di tengah perbedaan budaya dari berbagai suku serta agama juga kebebasan dalam berekspresi sehingga dapat hidup secara berdampingan di lingkungannya. Berdasarkan temuan makna tersebut diharapkan dengan adanya model pembelajaran AIK multikultural yang diajarkan di Unimuda Sorong, menjadikan mahasiswa semakin terbuka dalam menerima perbedaan yang terjadi di lingkungan mereka.
Sebagai mahasiswa dan juga peneliti, Dian menyadari bahwa apa yang ia teliti masih mengandung banyak kelamahan. Namun, secara umum berdasarkan dari hasil temuan penelitian yang telah dikemukakan. Ia berharap bagi peneliti selanjutnya untuk dapat mengkaji lebih mendalam terkait pendidikan AIK serta masih perlu dikembangkan secara seksama untuk memperoleh variasi kesempurnaan pembelajaran yang tepat dan benar khususnya pendidikan AIK bagi mahasiswa nonmuslim. Sehingga ke depannya pengembangan AIK bisa dijadikan rujukan bagi PTM dan para dosen AIK itu sendiri.
Pengembangan AIK secara multikultural sebagimana diuraikan disertasinya bahwa studi ini dapat dijadikan salah satu prototype pembelejaran AIK non-muslim pada mahasiswa tertentu di sebuah PTM. Dari hasil temuan penelitian ini dapat dijadikan sebagai rekomendasi bahwa dalam mengembangkan AIK di Perguruan Tinggi Muhammadiyah sebaiknya melibatkan berbagai unsur yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran AIK seperti para dosen dan mahasiswa peserta AIK itu sendiri. Serta para pemangku kebijakan terkait dan para ahli atau pakar AIK sehingga pembelajaran lebih variatif, efektif dan efisien guna tercapainya tujuan pembelajaran mata kuliah unggulan PTM ini. Langkah tersebut juga dapat dipertimbangkan pada semua jenjang pendidikan persyarikatan Muhammadiyah sehingga dapat menghasilkan sebuah produk yang kompatibel dan ramah bagi para praktisi AIK maupun peserta didik. (*)